in ,

Cornelis Paparkan Rencana Kerja GCF Indonesia di Mexico

Gubernur Cornelis (nomor 3 dari kiri) saat berbicara di konferensi GCF Task Force, Mexico. Dok
Gubernur Cornelis (nomor 3 dari kiri) saat berbicara di konferensi GCF Task Force, Mexico. Dok

Teraju.id, MexicoGovernor’s Climate and Forest Task Force (GCF Task Force) Indonesia telah membuat rencana kerja berdasarkan 3 pilar utama yaitu pertama, memperkuat kesatuan pengelolaan hutan, mengendalikan Penggunaan Ruang dan Tata Kelola Ijin; kedua, membangun kemitraan dengan pihak swasta untuk memastikan rantai pasok komoditas diproduksi secara berkelanjutan dan ramah lingkungan; ketiga, menjamin pembangunan rendah emisi yang inklusif dengan keterlibatan aktif masyarakat adat dan petani kecil.

Demikian disampaikan koordinator GCF di Indonesia, Drs. Cornelis, MH, saat di pertemuan tahunan para gubernur dunia yang tergabung dalam Governor’s Climate and Forest Task Force (GCF Task Force) di Guadalajara (Estate Jalisco), 1 September 2016, waktu Mexico.

“Ketiga pilar ini menjadi panduan 6 provinsi di Indonesia dalam mengurangi deforestasi,” kata Cornelis di hadapan para peserta GCF.

Lebih lanjut GCF Indonesia, kata Cornelis, telah aktif berdialog dengan pemerintah pusat dan provinsi di luar anggota serta mitra swasta termasuk Non Government Organization (NGO). Dialog telah dilaksanakan beberapa kali termasuk dengan Dutabesar negara negara sahabat.

Cornelis yang juga Gubernur Provinsi Kalimantan Barat, menyampaikan bahwa di Kalimantan Barat, dia telah menyusun dokumen tingkat rujukan emisi hutan yang melibatkan semua pihak, termasuk universitas, negara donor dan terutama masyarakat. Dokumen tingkat rujukan emisi hutan ini mengacu pada dokumen tingkat nasional.

“Di level nasional saya telah memimpin dialog dengan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia untuk menyuarakan permintaan dari tingkat sub nasional agar mengkondisikan pengurangan deforestasi dan emisi gas rumah kaca,” kata Cornelis.

Permintaan itu tambah dia meliputi diselesaikannya tingkat emisi rujukan, registrasi karbon dan mekanisme distribusi manfaat untuk REDD.

Kalimantan Barat sudah menjalin kemitraan dengan swasta untuk menjamin supply chain yang berkelanjutan sesuai 4P approaching (planet, people, profit and peace). Misalnya kerjasama pengembangan Kemiri Sunan (Reutealis trisperma) dengan Yayasan Belantara dan Grup APP untuk menghijaukan kembali lahan kritis.

Selain itu merekomenfasikan Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) berupa areal hutan pendidikan untuk Fakultas Kehutanan Universitas Tanjung Pura seluas 22.500 Ha, dimana 5.000 Ha  di dalamnya direncakan untuk pengembangan energi terbarukan (biodiesel) dari tanaman Kemiri Sunan atau tanaman lain seperti rumput gajah.

Selain itu kerjasama dengan beberapa perusahaan Hak Penguasan Hutan (HPH) untuk sertifikasi FSC seluas 248.570 Ha. Kerjasama juga dilakukan dalam pengelolaan lanskap terintegrasi di Kabupaten Kubu Raya bersama berbagai perusahaan Hutan tanaman Industri (HTI), HPH Mangrove, restorasi ekosistem dan Hutan Desa – termasuk dengan Inisiatif Dagang Hijau (IDH) grup APP, Bina Silva dan Grup Alas Kusuma dengan cakupan lahan lebih dari 500.000 Ha. Secara bersamaan dukungan juga diberikan kepada program The Heart of Borneo yg dikelola WWF yang lanskapnya meliputi Kalimantan, Malaysia dan Brunei Darussalam.

“Saya percaya tren yang sama juga dilakukan oleh kolega kami dari Aceh, Papua Barat, Kalteng dan Kaltim,” tegas Cornelis.

Pada kesempatan yang sama, Cornelis mengeluhkan masih kurangnya pengakuan dan penghargaan terhadap upaya yang telah dilakukan. Karena sejauh ini dukungan teknis dan pendanaan masih berada di Pemerintah Pusat dan institusi non pemerintah seperti NGO.

“Kami hanya dilewati saja. Akibatnya Provinsi tidak dapat mengontrol dan mengkoordinir kegiatan yang didanai oleh donor Internasional di tingkat tapak. Saya khawatir hal ini akan menyebabkan rencana kerja tidak terarah atau bahkan menggagalkan target pengurangan deforestasi, emisi dan pembangunan hijau berbasis komoditas berkelanjutan di daerah,” keluhnya.

Kegiatan ini dibuka langsung oleh menteri Lingkungan Hidup  Mexico, Rafael Pacchiano Alamán. Corelis tampil pada sesi talk show dipandu gubernur Jalisco, Jorge Aristóteles Sandoval Díaz, dilanjutkan dengan sesi sidang terbatas para gubernur.

Dia sempat mengkritik  negara-negara kaya yang terkesan hanya menekan negara berkembang seperti Indonesia untuk menjaga hutan, sedangkan dukungan yang mereka berikan tidak signifikan.  Cornelis juga memaparkan bagaimana kearifan lokal masyarakat Dayak yang secara empirik dialami Cornelis dalam mengelola dan memperlakukan hutan. Tepuk tangan membahana di ruang konferensi ketika William Boyd (Sekretaris GCF) menyebut nama Cornelis.

Di sela-sela acara tersebut Cornelis menyampaikan undangan aagar para koleganya itu berkunjung ke Kalimatan Barat. Terutama kepada gubernur Ontario Kanada (Katleen Wynne) dan gubernur Vermont AS (Peter Schumlin).

Sementara itu Gubernur negara bagian Jalisco, Aristoteles Sandoval, yang juga menjadi tuan rumah menyatakan optimismenya untuk meredusir deforestasi hingga 80% dan mengurangi emisi gas hingga 50% sesuai target GCF  di tahun 2020.

Tak mau kalah, Peter Shumlin gubernur negara bagian Vermont AS, Fernando Melendez (Peru), Silvano Aureoles (Brasil) dan juga gubernur Kalimantan Utara Irianto Lambri, menyampaikan optimesme yang sama.

Hadir juga dalam pertemuan tahunan GCF Guadalajara 2016 mantan Dubes RI untuk AS Dino Pati Djalal dan Sekretaris Eksekutif Perubahan Iklim Dunia PBB, Patricia Espinosa Cantellano yang memberikan sambutan dalam kondisi cidera kaki dibantu kruk dan mendapat applaus peserta pertemuan.*

Written by teraju.id

senget

Tablet Doa

Beliung

Puting Beliung Hantam Batulayang