Moment Penting Upaya Menjaga Heritage Di Kota Pontianak
Oleh: Ahmad Sofian dZ*
Pemberian Hibah Rumah besa’ tepian sungai di kampong Bangka Pontianak, seolah menjadi satu tetes embun dalam upaya mengumpulkan, menarasikan dan menyelamatkan bangunan, peninggalan bersejarah yang ada di kota Pontianak ini. Khususnya yang berada di tepian sungai Kapuas.
“Pertama-tama, ada baiknya kita semua mendoakan, agar pemberian hibah dapat menjadi shadaqah jariah yang tak pernah putus bagi (alm) H M Arief bin H Ismail serta Hj Salmah bin H Abdul Kariim. Serta membawa kebaikan dan keberqahan bagi ahli waris serta zuriat keluarga besar nya,” ujar Ahmad Sofian dZ, penulis Buku Pontianak Heritage.
Apresiasi juga perlu kita sematkan kepada Pemerintah Kota Pontianak yang menyanggupi untuk merestorasi kembali bangunan penting dan bersejarah itu. Namun, tentunya hal itu juga sangat perlu untuk dijaga keberlanjutannya. Jangan restorasi rumah besa’ itu hanya dilakukan secara fisik saja dengan kayu belian. Namun, juga sangat perlu diperhatikan sejarah, bentuk, kearifan lokal serta teknologi tradisional yang terdapat dalam bangunan tersebut. Seperti misalnya bagaimana bentuk asli rumah dari tahun ke tahun. Bagaimana teknologi tradisional pengunaan pasak untuk menyambung kayu yang tidak menggunakan paku, juga posisi ruang demi ruang di dalam bangunan rumah. Mungkin akan membutuhkan proses dan biaya yang tidak sedikit. Namun, hal itu tentu menjadi penting untuk menjaga keaslian serta otentifikasi bangunan.
SEJARAH SINGKAT
Rumah Besa’ yang terletak di tepian Sungai Kapuas Kecil, Kampong Bangka. Tepatnya di ujung Gg Hj Salmah jika kita masuk lewat jalan Imam Bonjol di Kelurahan Bansir Laut, Kecamatan Pontianak Tenggara, dahulu nya merupakan kediaman dari H M Arief bin H Ismail dan Hj Salmah bin H Abdul Kariim.
Semua bagian rumah terbuat dari kayu belian. Dari tiang hingga keatap. Jika kita naik dari sepuluh anak tangga di depan yang dahulu ada, kemudian melewati Palatar, membuka pintu, maka akan terhampar ruang tamu menyatu dengan ruang utama rumah. Di bagian dalam rumah jug terdapat ruang besar. Sedikit pada bagian luar ada bagian Padapuran. Di sisi kanan kirinya memanjang terdapat kamar-kamar.
Di bagian belakang rumah besa’. Dahulu ada satu bagian yang menjadi tempat awal (1926) pengajian anak-anak dan orang dewasa di Kampong Bangka yang di ajar oleh H M Arief. Serta ustadz Abdul Manaf Siasa, setelah beberapa waktu sebelumnya ia bertemu dengan H Djahri bin H Abdul Kariim di sebuah toko buku-majalah dekat pasar tengah. Di kemudian hari, ini menjadi cikal-bakal terbentuknya “Sekolah Islamiyah” (1931), hingga menjadi Perguruan Islamiyah dari tahun 1951 hingga saat ini.
H M Arief – Hj Salmah
H M Arief semasa hidupnya merupakan salah seorang pengusaha sukses yang dermawan. Ia merupakan salah satu dari generasi masa keemasan saudagar melayu. Khususnya yang berada di sekitar Kampong Bangka. H M Arief, sukses dalam usaha pengasapan/pengolahan karet.
Sosok, keberadaan dan kiprah H M Arief tidak juga terlepas dari keberadaan istri kedua nya. Yakni Hj Salmah. Beliau merupakan anak dari H Abdul Kariim bin H dJamaluddin, yang nama nya di nisbahkan menjadi nama masjid Al Kariim, di jalan tanjung raya 2, Pontianak Timur. Hj Salmah semasa hidupnya merupakan pelopor, pendiri serta pemimpin ‘pengajian kaum Ibu’ di Kampong Bangka. Serta pioneer pertama di Kalimantan Barat yang membentuk pendidikan bagi anak-anak perempuan untuk bersekolah. Beliau Wafat ketika menjalankan ibadah haji tahun 1938. Namanya saat ini dinisbahkan menjadi nama jalan menuju rumah besa’ tersebut.
INVENTARISASI POTENSI SEJARAH DAN MASYARAKAT DI TEPIAN SUNGAI KAPUAS PONTIANAK
Keberadaan Rumah Besa’ tepian sungai di kampong Bangka Pontianak bukanlah satu-satunya peninggalan yang ada di tepi sungai. Ia salah satu bagian penting dari bagian-bagian lainnya dalam perjalanan sejarah kota Pontianak.
Masih banyak lagi potensi sejarah, kearifan masyarakat di tepian sungai Kapuas. Bahkan keberadaan penamaan Kampong-Kampong Tua Di Tepian Sungai Kapuas menjadi potensi luar biasa. Dari Kampong Siantan, Kampong Beting, Kampong Arab, Kampong Dalam Bugis, Kampong Tambelan, Kampong Sampit, Kampong Banjar, Kampong Serasan, Kampong Saigon, Kampong Parit Mayor, Kampong Belitong, Kampong Bangka, Kampong Bansir, Kampong Kuantan, Kampong, Kampong Kamboja, Kampong Melayu serta lainnya.
Belum lagi tempat, bangunan simbolik, tempat bersejarah. Mulai dari keberadaan Pasar Tengah, Pelabuhan Shenghie, Gereja Gembala Baik, Kelenteng tiga, Taman Alun Kapuas (Larive Park), Geretak Tepian Sungai Kapuas, Tugu Khatulistiwa, Patok Nol Kilometer Pontianak , Mesjid Jami, Surau Bait Annur, Tugu 40 Tahun Sultan Muhammad Bertahta, Keraton Kadriah Kesultanan Pontianak, Makam Panglima A Rani, Pabrik Karet BRW, Makam Yusuf Saigon, Makam Mayor Pontianak, Rumah H Arief (Hj Salmah), Perguruan Islamiyah, Mesjid Baitul Makmur, Surau As-Shulhu Serta Lainnya.
Segala potensi jelas sudah tersedia, sejarah yang panjang telah membentuk wajah kota Pontianak seperti sekarang. Intinya tak ada yang kurang dari kota ini. Yang sudah, biarlah sudah. Jadikanlah sebagai pelajaran berharga. Tinggal bagaimana sekarang setiap potensi yang ada tidak lagi dibiarkan, hilang perlahan, atau diganti yang baru.
Semoga moment pemberian hibah rumah tua bernilai cagar budaya di kampung bangka ini, menjadi moment penting dalam upaya menjaga peninggalan-peninggalan bersejarah di kota Pontianak. Yang mampu melibakan seluruh lapisan masyarakat dan para pemangku kepentingan.
Semoga kita senantiasa mampu menjaga amanat anak cucu. Agar mereka nantinya senantiasa menghargai kita. Karena, “Mereka yang tidak menghargai masa lalu, juga tidak berharga untuk masa depan”.
(*Penulis Buku Pontianak Heritage)