Oleh: Ambaryani
Selama hampir genap 3 minggu bertugas di Kubu, baru pagi ini Kubu diguyur hujan lebat. Sebelumnya, hujan turun di waktu siang, sore atau malam.
Saat hujan lebat turun pagi ini, saya langsung terbayang jalan tanah di Teluk Nangka B yang akan saya lewati menuju kantor camat. Pasti akan luar biasa.
Kemarin saja, hujan turun di malam hari, jalannya sesuatu. Sebelum berangkat kerja, berbaju rapi, wangi, sepatu licin, bersih.
Begitu melintasi jalan tanah liat Teluk Nangka, keringat mengucur, baju basah, bau apek. Sepatu jangan ditanya. Penuh lumpur.
Hari Senin, saat saya berangkat kerja ada ibu-ibu berboncengan plus bawa anak, terpeleset, tumbang di sana. Teman-teman yang tugas di Puskemas Kubu, ada yang rela mendorong motornya karena khawatir terjatuh juga.
Hari Selasa, ada ibu-ibu paruh baya, rambutnya sudah mulai beruban, membawa anak sekitar 3 tahun. Lama ibu itu berdiri di jembatan, mengamati jalan becek di depannya.
Sepertinya dia bingung harus lewat sebelah mana. Semua becek, tak ada pilihan. Saya sabar menunggu di belakangnya.
Kemudian, ibu itu memutuskan melanjutkan perjalanan. Saya tunggu beliau agak jauh sedikit. Baru mulai jalan beberapa meter, sudah mogok. Lama lagi beliau berhenti di situ. Mau ke kanan tak jadi, ke kiri ragu-ragu.
Saat baru mau jalan lagi, motornya nyangkut. Ibu itu turun dari motor, dimatikannya mesin, kemudian motor didorong. Beberapa kali anak kecil yang masih di atas motor hampir terjatuh. Sendal jepit yang dipakainya tertinggal di dalam lumpur.
Dan hari ini, dari pagi matahari tak sempat muncul. Sudah hujan lebat. Saya tarik nafas dalam-dalam sebelum berangkat kerja. Tentu jalannya lebih menantang.
Semoga saja jalan ini akan segera mendapat curahan adonan semen. Supaya tidak spot jantung setiap akan melintasinya. Dan semoga juga, jembatan utama yang menghubungkan Teluk Nangka dan Kubu akan segera jadi. Jikapun jalan tanah ini masih becek, saya bisa mutar arah, lewat jembatan. Amin. (*)