Oleh: Nur Iskandar
Haji Munir sejak muda dibesarkan dengan relijiusitas Kapuas dengan hebatnya. Masa remaja dia lewati dengan gemblengan Pelajar Islam Indonesia (PII). Kendati 30-an tahun dilewatinya dengan berkarir selaku Pegawai Negeri Sipil (PNS–ASN–istilah sekarang, Aparat Sipil Negara), tapi Munir mengaktivasi diri dengan giat subuh keliling. Ia menggelar sejadah setiap fajar dari mesjid ke mesjid non stop 13 tahun. Tidak peduli hujan, guntur,petir. Turun! Istiqomah. Jaga komitmen. Tetap. Tujuannya menggairahkan diri dan umat dengan shalat berjamaah setiap subuh sekaligus berdakwah keliling mesjid dengan mengingatkan kebenaran dan keadilan sesuai kehendak Tuhan yang Maha Adil dan Maha Bijaksana.
Munir berprinsip jika kebenaran dan keadilan ditegakkan, maka akan makmur planet dunia. “Bukan persoalan kepala daerah harus orang Islam, tetapi nilai Islam yang dijalankan setiap orang. Ini yang kita kehendaki,” ungkap Munir dalam peringatan 13 tahun Sajadah Fajar yang telah meluas seantero Kalbar, bahkan melebar sampai Jawa, Sumatera, Madura. Gerakan Sajadah Fajar bahkan berkembang sampai ke Thailand dan beberapa negara-negara Jiran lainnya. Semula seorang, jadi puluhan, ratusan, dan kini ribuan orang di seluruh pelosok melakukan giat dakwah subuh keliling dengan gelar Sajadah Fajar. Seorang peserta dari Thailand ikut dalam webinar 13th Sajadah Fajar. Juga Filipina dan Malaysia. Selain membangun kesadaran setiap fajar, juga Munir dkk membangun fungsi mesjid yang tidak sekedar untuk sembahyang atau shalat, tetapi juga puasa, zakat, infak, sedeqah, haji, serta mengaji. Sejadah Fajar turut menghapal quran dengan cara atau metode yang mudah, mudah,mudaaaaaah. Setiap hari satu ayat dihapal oleh anak, remaja, tetua-tua. Bisa. Ternyata bisa!
Jemaah Sejadah Fajar telah “wakaf” waktu, biaya dan tenaga selama 13 tahun. Hasilnya mencengangkan. Puluhan mesjid berhasil dibangun. Puluhan hapal quran dengan mudah. Bahkan berimbas ke pesta-pesta politik. Banyak pemimpin adil dan bijak bestari yang tampil sebagai pemimpin formal maupun non formal. Hal ini karena sudah muncul kesadaran kolektif-kolegial atas nama nilai-nilai universal.
Di ulang tahun ke-13 kemarin, Rabu, 18/11/20 pukul 08.30 sampai menjelang zuhur diselenggarakan webinar nasional-internasional dengan tema masalah-masalah kekinian umat. Tampil narasumber dari mesjid nan rrrruar biasah di jagad mayapada Indonesia yakni Jogjakarta. Inilah mesjid paling fenomenal di mana tok mesjid semula hanya Rp 43 juta bisa bertumbuh sampai Rp 12 miliar saat ini. Bahkan mesjid menyediakan ATM beras di mana setiap orang yang melihat mesjid ada harapan hidup. Tidak miskin pangan. Mesjid Jogokaryan juga memberikan beasiswa. Jika ada sendal maupun motor jemaah yang hilang segera mereka gantikan dengan yang lebih baik sebagai bukti bahwa takmir mesjid mengurusi jemaah yang datang untuk beribadah.
“Aqimush sholah. Wa-atuzzakah. Walam yakhsya ilallah!” Begitu M Yazir mengutip QS At Taubah. Pertama mereka mendirikan sholat. Mereka menunaikan zakat. Mereka tidak takut kecuali hanya kepada Allah.
Yazir menguraikan bahwa sholat itu di mesjid Jogokaryan dimulai dengan pendataan. Didata mana jemaah tetap dan bukan. Dari data itu takmir Jogokaryan simpulkan untuk mensholatkan orang yang tidak sholat dengan cara manusiawi sekali, yakni dikunjungi bahkan dikasih undangan sholat seperti undangan perkawinan. Diundang. Diperlakukan seperti resepsi pernikahan. Resultannya rrruar biasah. Mesjid meledak jemaahnya.Bertambah berkali lipat dari jemaah tetap. Ini akibat mutu pelayanannya meningkat setiap saat.
Dampaknya jemaah bertumbuh habis-habisan. Semua program jalan mencengangkan. Di luar awal impian sekedar mesjid ramai dengan jemaah. Makmur dalam sembahyang maupun disembahyangkan. Makmur dalam zakat maupun dizakatkan. Mereka bisa karena ada peningkatan rrruar biasah via ekonomi produktif. Umat jadi berdaya via amalan produktif, di mana totalitas uang zakat, infak, shodaqoh, hingga WAKAF TUNAI pun meroket ke angka Rp 12 miliar! “Bisa telorkan banyak sekali program-program produktif yang bisa diimpikan anak manusia,” imbuh Yazir.
Mereka semua berwakaf waktu, tenaga, biaya, pikiran dan totalitasnya. Jogokaryan juga berprinsip kas mesjid sebaiknya nol rupiah karena manfaat zakat, infak, shodaqoh, dan wakaf segera dinikmati secepat-cepatnya dan sebanyak-banyaknya orang. “Rizki selalu ada saja. Kita tidak ada takutnya, kecuali hanya kepada Allah,” sambungnya dengan platform Zoom Meeting.
Seru. Menggebu-gebu. Padu. Diikuti secara visual dan virtual. Dan di sana kita bisa ambil kesimpulan, bahwa jika kita “wakafkan diri kita” dengan nilai-nilai keadilan dan kebenaran yang telah disampaikan Tuhan lewat nabi-nabi-Nya, akan terwujud tata keadilan dan kehebatan kepemimpinan manusia di muka dunia. Sebab ternyata, mesjid adalah pusat spiritual sekaligus sosial. Sebab ternyata zakat, infak, shodaqoh dan wakaf adalah cara Tuhan mendistribusikan keadilan-Nya dari keserakahan nafsu manusia menumpuk-numpuk harta hingga 700 keturunan dan hanya untuk diri, keluarga maupun kelompoknya. Islam mengajarkan egalitarian dalam distribusi keadilan. Islam rahmat bagi lingkungan. (Penulis adalah Korbid Wakaf Produktif BWI Kalimantan Barat. CP-WA 08125710225) Foto tampilan saat webinar Sajadah Fajar, Rabu, 18/11/20.