teraju.id, Jakarta— Festival 45-45 adalah sebuah festival Hak Asasi Manusia (HAM) yang memaparkan sejarah masa lalu sekaligus mengimajinasikan Indonesia di masa depan. Lewat Festival 45-45 banyak harapan untuk membuka ruang, mengumpulkan kembali ingatan-ingatan, peristiwa, pengalaman yang berserak dan menghadirkannya kembali dalam bentuk pameran foto-foto, instalasi seni, tuturan pengalaman dan kesaksian, teks-teks sastra hingga bait-bait musik.
Maka diadakannya Festival 45-45 ini diharapkan akan menjadi ruang untuk mempertemukan anak-anak muda dengan para penyintas. Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) bersama Koalisi Keadilan dan pengungkapan Kebenaran (KKPK) sebagai pelaksana kegiatan Festival 45-45 selanjutnya memandang bahwa pertemuan ini sangat penting sebagai keberlanjutan gerakan yang menjadi pekerjaan rumah bersama. Di tengah praktik impunitas yang semakin berurat berakar, memperkuat kolaborasi dengan generasi muda, menjadi penting dan akan menjadi investasi jangka panjang dalam upaya untuk perjuangan hak korban serta penyelesaian kasus pelanggaran HAM.
Program manajer Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa), Lilik HS dalam konferensi pers festival 45-45 mengatakan melalui festival ini masyarakat, terutama anak muda didorong untuk dapat mengetahui secara gamblang kasus yang kerap dinilai tabu untuk dibahas.
“Forum pertemuan lintas generasi akan menjadi ruang keterhubungan, solusi dan hub transformasi tentang peristiwa di masa lalu. Di Festival 45-45 ini kita membuka ruang mengumpulkan kembali ingatan-ingatan, peristiwa, pengalaman yang berserakan, dan menghadirkannya kembali dalam bentuk pameran foto-foto, instalasi seni, tuturan pengalaman dan kesaksian, teks-teks sastra hingga bait-bait musik,” ujarnya.
Lilik HS mengaku tak berharap banyak acara itu mampu membuka tabir kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang mangkrak. Namun setidaknya pemerintah akan mengetahui masih banyak masyarakat sipil yang menanti titik terang pengusutan kasus.
Organisasi anak muda Pamflet melalui koordinatornya, Rosa Vania mengatakan bahwa anak muda sangat senang terlibat dalam advokasi HAM karena selama ini mereka hanya mendapatkan informasi soal sejarah masa lalu dari buku-buku sejarah di sekolah yang tidak lengkap. Maka setelah mencari tahu di forum-forum seperti inilah mereka semakin mengerti perlunya inisiatif baru bagi perubahan untuk anak muda.
“Kami kemudian mendukung gerakan HAM dengan melakukan kampanye di media sosial salah satunya untuk mengelola pengetahuan anak muda, dengan membentuk pusat informasi dan dokumentasi untuk berbagai isu anak muda di Indonesia serta mengorganisir pembangunan kapasitas untuk anak muda berdasarkan prinsip hak asasi manusia.
Upaya ini untuk menegaskan bahwa memorialisasi menjadi penting agar generasi muda mengenali sekaligus mengakui sejumlah peristiwa kelam dan luka sejarah bangsanya sendiri. Untuk itulah festival ini diselenggarakan dengan melibatkan seluas mungkin berbagai elemen untuk berpartisipasi, seperti lembaga negara, organisasi korban, pekerja seni, organisasi masyarakat sipil hingga generasi muda.
Sekretaris KKPK, Zaenal Muttaqin mengatakan bahwa hingga lebih dari 20 tahun reformasi, komitmen penyelesaian kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) masa lalu yang ditunggu banyak pihak belum terlihat. Dari agenda pembangunan prioritas pemerintahidak tercantum agenda penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu. Hal ini menjadi catatan penting ke depan bagi gerakan HAM secara luas maupun bagi para korban/penyintas. Kondisi ini ditambah dengan menguatnya kelompok politik intoleran serta pengaruh militerisme yang semakin memperkuat tembok impunitas.
Di tingkat nasional, pendekatan Ekosob telah menemukan beberapa pijakan baru, diantaranya: koalisi masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Keadilan dan Pengungkapan Kebenaran (KKPK) dimana Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) menjadi anggotanya, telah merumuskan beberapa instrumen turunan dari pendekatan Ekosob tersebut. Yakni, konsep kebijakan perlakuan khusus; penggunaan mekanisme justisiabilitas (justiciability) hak Ekosob; dan hak-hak budaya. Perumusan ini berasal dari temuan-temuan kerja organisasi pendamping korban/lembaga korban selama ini, termasuk Program Peduli. Konsep ini adalah platform bersama bagi organisasi masyarakat sipil dalam melakukan advokasi hak korban pelanggaran berat HAM masa lalu.
Di tengah kondisi penyelesaian HAM yang mengalami stagnasi tersebut, masyarakat sipil berupaya mendorong peran dan tanggungjawab negara tidak hanya dalam memenuhi hak sipil politik korban (Sipol), tapi juga hak ekonomi sosial budaya (Ekosob).
Selama hampir 5 tahun, Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) bersama-sama dengan berbagai organisasi korban/penyintas maupun organisasi masyarakat sipil dalam Program Peduli untuk memperjuangkan hak Ekosob bagi korban/ penyintas. Sepanjang 5 tahun, program ini telah berhasil memperkenalkan dan mendorong skema inklusi dalam kerja dan advokasi hak-hak korban pelanggaran HAM masa lalu melalui pendekatan hak Ekosob. Misalnya, jumlah korban/penyintas yang telah mendapat akses layanan publik dan bantuan sosial termasuk di dalamnya layanan khusus berupa akses pengobatan gratis untuk korban/penyintas lansia yang diberikan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), semakin meningkat. Korban/penyintas terlibat dan diterima dengan terbuka dalam kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan. Korban dan penyintas memiliki kesempatan untuk secara aktif melakukan cara-cara kreatif terlibat dalam pembangunan dan memperjuangkan hak-haknya sebagai warganegara.
Sebagai upaya untuk menghargai keberhasilan atas segala upaya selama 5 tahun ini, maka KKPK bersama Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) dan Program Peduli menyelenggarakan Festival 45 – 45 Meretas Batas dengan Penyintas. Anak-anak muda akan bertemu dengan para penyintas yang umurnya sudah semakin menua dalam festival ini. Festival yang diadakan pada 29-31 Agustus 2019 di Gedung Cipta Niaga di kawasan kota tua, Jakarta ini, tidak hanya membahas isu HAM semata, melainkan sebuah ruang untuk melihat masa depan kehidupan berbangsa hingga tahun 2045 sekaligus melihat masa lalu.
(Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa)/r)