Oleh: Nina Nasution*
Kumpul & Sharing Lintas Angkatan Bina Antarbudaya pada Sabtu 16 November 2019 bertempat di rumah salah satu returni Bina Antarbudaya, kak Gatot Nuradi Sam (73-74 ke Amerika) sangat mengesankan. Selain menjadi ajang reuni kecil-kecilan, juga mempertajam program sekaligus menyepuh emas program sehingga semakin berkilau.
Sharing Duithape oleh kak Sara Dhewanto (AFS Returni 91-92 ke Jerman) yang merupakan Founder Duithape, pemenang pertama di ajang APEC Global Innovation through Science and Technology 2019, di Chile dimulai dengan paparan background bahwa returni inspiratoris ini lulus dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia pada tahun 1997, dan melanjutkan pendidikannya di State University of New York at Buffalo (SUNYAB) dengan jurusan MBA Finance pada tahun 2002. Kakak tersayang dan tercinta ini bekerja sebagai konsultan di Boox, Allen & Hamilton, lalu menjadi Head of Treasurer di Exxon Mobil, & menjadi Direktur Finance di MCA-Indonesia.
Mengharu birulah Kakak yang satu ini bicara “megalomania” programnya yang membahana. Dus, inspirasi menjalar ke Kakak inspiratif lainnya di bidang Investasi/Trading, yakni Kak Meilando Pringgadani atau Kak Ando. Beliau (AFS 86-87 ke Amerika) yang merupakan seorang praktisi bursa efek, investor aktif & trainer. Kak Ando juga menjabat Ketua Chapter Jogjakarta.
Background Kak Ando ini spesifiknya alumni Geofisika Universitas Gajah Mada tahun 1994. Ia kemudian bekerja selama hampir 24 tahun sebagai Senior and Chief Geophysicist dan Geophysical Technical Advisor yang bekerja di 6 Negara di Asia, Afrika, Timur Tengah, Amerika Selatan, dan Rusia. Dapatlah dibayangkan atmosfer pertemuan yang melalangbuana hingga ke loncat antarbenua yang ada di dunia. Lompatan dari Go Global Indonesia. Diskusi nan ciamik. Serius tapi santai. Sesekali dilebur renyah camilan serta tawa canda ringan, khas Bina Antarbudaya yang laksana keluarga batih Indonesia Raya.
Finally, but not least, sharing oleh Kak Anies Baswedan (AFS Returni 87-88) mengenai kota Jakarta sebagai ibukota negara. Kak Anies bicara inovasi di bawah kendali kepemimpinannya. Yakni penambahan dan perubahan pada moda transportasi yang terintegrasi. Pembangunan gedung perkantoran sebagai langkah kesiapan menuju Jakarta Urban Regeneration hingga detil-detil rahasia yang hanya dibagi di kalangan terbatas diskusi dan berbagi inspirasi atau mimpi-mimpi Indonesia bermarwah di era digital.
Penutup, tiada banding, sastrawan, pendiri Binabud yang masih segar bugar. Yakni Presiden Sastra Indonesia angkatan 66, Kak Taufiq Ismail. Ia menohok ke esensi wahyu ilahi. Perihal esensi jiwa-raga anak-anak bangsa. Tetangkel experience, pengalaman khatam dan menulis Al Quran dalam waktu 20 bulan.
”Sepanjang masa 20 bulan saya menulis Al-Qur’an itu, berdebar-debar jantung saya, apakah bisa selesai sebelum maut mencabut, karena umur sudah pada angka 80-an. Alhamdulillah selesai. Saya bersyukur karena dapat kesempatan berbagi kenikmatan membaca tulisan tangan sendiri huruf-huruf Al-Quran yang 604 halaman itu…. Masha Allah. Cobalah sendiri kesyahduan itu, menulis AlQur’an dengan jari-jari sendiri, karena yang biasa adalah merasakan syahdunya AlQur’an dengan pita suara kita. Kini saya berkesempatan juga merasakan syahdunya itu dengan jari-jari tangan.
Alhamdulillah, ya Rabbana, DIKAU masih menganugerahi kesempatan pada hamba karena jarak ke liang lahat sudah begitu dekat, dan waktu tinggal sedikit untuk masuk pintu kubur yang begitu sempit. Alhamdulillah, saya kini sampai ke usia 84 tahun. Setiap pagi berusaha berolahraga ringan. Pagi, ketika perut kosong memakan buah, nasi paling banyak dua sendok sehari, menghindari gorengan. Ikhtiarkan secara rutin melaksanakan shalat tahajud, dan diperkuat dengan doa serta mohon keampunanNya. Salam,” pungkas Taufik Ismail.
(*Direktur Eksekutif Bina Antarbudaya Pusat)