Oleh: Tuti Alawiyah
“Jangan begaye ”
Kak Dor berkata kesal saat pengecas laptopnya sulit dimasukkan ke tasnya.
Entah apa yang terjadi dengan anak sekarang atau sebutan trennya child zaman now. Sedikit mengalami sesuatu menyakiti dirinya, langsung marah hingga kesal. Misalnya, tiba-tiba kepalanya terbentur pintu, maka pintu tersebut dipukuli. Ada juga kursi tertabrak dengan kakinya hingga membuat kakinya sakit, maka kursi tersebut didorong untuk melampiaskan kekesalannya.
Jika ditelisik lebih jauh, kita pasti mengingatnya, ini terjadi mungkin akibat orang tua terutama ibu kita biasanya memukuli benda atau sesuatu yang membuat anaknya sewaktu kecil menangis. Memukulinya tidak sampai benda tersebut hancur atau dimusnahkan, tetapi hanya sekadar menyalahkan dengan menyentuh benda atau dipukul sekali. Dengan tujuan supaya anak berhenti menangis.
Pada usia remaja inilah, apakah perilaku menyalahkan benda mati merupakan suatu pelampiasan kemarahan?. Pengamatanku tertuju seseorang teman. Jika kuperhatikan ia bukan hanya sering menyalahkan benda mati. Namun, binatang seperti kucing juga pernah ia salahkan.
Sigmund Freud dalam teori kataris mengatakan bahwa pelampiasan emosi dapat menghasilkan perkembangan positif dalam kondisi psikologi seseorang.
Ada juga yang bilang berbagi kekhawatiran bisa mengurangi separuhnya dan berbagi kebahagiaan akan berlipat ganda. Sekali melakukannya, serasa beban telah terangkat dari pundaknya. Dan terkadang ia memberitahunya terlalu banyak dan itu menjadi masalah.
Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali kita dilanda berbagai masalah. Karena masalah dan manusia seperti telapak tangan tentu tak mungkin dipisahkan. Maka dari itu lampiaskan kekhawatiran kita dengan berbagi.
Namun terkadang lebih baik menghadapi apa yang harus dihadapi daripada mencari tahu kebenaran yang lebih terdengar seperti alasan untuk mengeluh. (*)