in

Bisa Digarap Wakaf Produktif Perumahan ala Kotaku vs Kekumuhan

Foto bersama pimpinan media Suara Pembaharuan Kompas Waspada Analisa dan Gontor 1

Oleh: Nur Iskandar

Saat ke Australia dalam momen Asia Pacific Journalism Centre (2010) saya dapat beberapa informasi menarik soal tanah. Secara di Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura saya juga punya bekal Ilmu Tanah dalam rumpun Agronomi. Australia tidak jauh-jauh amat dari Indonesia. Angin negeri Kangguru itu dapat pula dirasakan bertiup dingin sampai Nusa Tenggara, baik Barat maupun Timur. Alhamdulillah–Puji Tuhan–saya sempat pula sebulan di Flores Pos–Kupang–jadi ada bahan perbandingan.

Yang jelas tanah punya sistem untuh menyeluruh di Australia. Hal ini dirasakan sekali bagi para developer atau pengembang perumahan dalam menyiapkan rumah sebagai hajad hidup generasi muda yang tidak kumuh–tetapi sehat dan aman-nyaman.

Terutama yang telah berumah-tangga. Seelok-elok rumah orang tua termasuk mertua, rasanya lebih enak membina rumah-tangga sendiri. Lebih terasa otonomi pribadi dan famili yang dipindai mahligai dua sejoli.

Dalam liputan 6 tahun 2015 kita sama-sama menyaksikan realitas. Bahwa developer asal Australia, Crown Group meminta pemerintah Indonesia dapat segera membenahi kepemilikan tanah. Upaya tersebut perlu dilakukan untuk mengurangi kekurangan (backlog) perumahan di Tanah Air yang mencapai jutaan unit per tahun.

CEO Crown Group, Iwan Sunito men‎gungkapkan, backlog rumah bukan hanya terjadi di Indonesia tapi juga Sydney Australia. Di kota ini, kekurangan rumah mencapai 50 ribu unit per tahun. Hanya saja kendala tersebut dapat diatasi dengan kemudahan warga untuk membeli tanah di Negeri Kanguru itu.

“Orang mau beli tanah di Australia cuma memakan waktu satu hari. Enggak ada yang namanya sengketa tanah, sah atau tidak, bersertifikat ganda karena mereka punya satu sistem. Hukum di sana transparan, tidak ada konflik kepentingan, dan lainnya,” tutur dia saat berbincang dengan wartawan di Jakarta, Selasa (23/6/2015).

Sementara di Indonesia, tambah dia, kendala-kendala tersebut masih sering ditemui. Oleh sebab itu, saran Iwan, harus ada hak proteksi untuk konsumen. Memastikan bahwa uang yang diinvestasikan di properti yang belum dibangun pengembang, tidak akan dibawa kabur atau ludes akibat pengembang nakal.

“Beresin juga para pengembang nakal yang cuma main-main atau spekulan. Karena spekulan ini yang bangun-bangun properti doang, tapi enggak punya keahlian.

Kasihan kan masyarakat yang sudah menabung seumur hidup atau kerja setengah mati untuk beli rumah, tapi ternyata uangnya hilang oleh pengembang,” tegas Iwan.

Di tempat terpisah mantan Atase Pendidikan dan Kebudayaan–Kedubes RI di Canberra, Dr Aria Jalil bercerita kepada saya bahwa kepemilikan tanah di Australia tidak bisa dimiliki pribadi dengan cara murah seperti di Indonesia sehingga melahirkan banyak pialang, bahkan sertifikat ganda. Di Australia bahkan ada negara bagian yang mensyaratkan kepemilikan hanya 90 tahun setelahnya kembali kepada negara. Harga belinya pun sangat tinggi agar bisa jadi milik pribadi. Konsepsi tersebut mengadopsi nilai universal wakaf dalam syariat Islam.

Konsepsi wakaf adalah “tanah tidak bergerak” lagi kepemilikannya. Telah diwakafkan untuk publik. Tanah wakaf sudah tidak bisa dihibah atau bahkan diwariskan kepemilikannya. Wakaf tanah yang sangat potensial di seluruh wilayah NKRI ini salah satunya bisa menjawab masalah kebutuhan perumahan yang menjadi hajad hidup orang banyak. Jenis wakaf begini bisa menjadi wakaf produktif di mana maukuf alaihi bisa juga menikmati bersama para “ahli” wakif. Konsep yang bisa dikembangkan untuk membangun perumahan tanpa silang sengketa kepemilikan tanah dan rumah lagi. Fungsi rumah dapat dirasakan generasi ke generasi, sementara tanah tiada konflik karena sudah diwakafkan. Tanah besar untuk perumahan pun tidak habis di biaya adminitrasi pecah sertifikat maupun balik nama yang bisa habis per unit berjuta-juta. Coba dikalikan 1000 unit x 2.5 juta saja sudah 2.5M dana bisa dihemat developer. Dana penghematan itu bisa untuk membangun banyak prasarana dasar lain yang dibutuhkan publik.

Saya juga sudah komunikasikan kepada manajemen Kotaku–Kota Tanpa Kumuh–di Kota Pontianak yang di Indonesia bisa dibangun rumah susun tinggi menjulang di atas tanah wakaf. Adapun manajemen ditangani nazir produktif yang mengerti manajerial profesional. Kotaku berada dalam program Kementerian PUPR.

Dengan “pernikahan” tanah wakaf dengan Program Kotaku, akan banyak WNI tak punya rumah bisa menikmati hidup yang layak dan beribadah dengan tenang di dalamnya sekaligus memperindah kota dari kekumuhan plus menata kota dalam keindahan. Di sinilah Negara mengurusi fakir miskin dan anak terlantar. Semua dirawat oleh negara.

UU Wakaf No 41 Tahun 2004 terlebih dengan regulasi wakaf uang bisa membangun di atas tanah wakaf berbareng dengan Kotaku–Kota Tanpa Kumuh. Kita dan kota bisa tumbuh menjadi negara maju seperti Australia, bahkan membangun gedung-gedung pencakar langit seperti di Negeri Paman Sam soko gurunya Negeri Kangguru, AS. (Penulis adalah Pegiat Wakaf Literasi dan Literasi Wakaf. Anggota Badan Wakaf Indonesia Perwakilan Provinsi Kalimantan Barat Bidang Wakaf Produktif. HP-WA 08125710225). Penulis paling kanan dalam Program Pluralism and Democratism in USA oleh Kedubes AS – Atase Pers Stanley Harsha. Foto bersama pimpinan media Suara Pembaharuan, Kompas, Waspada, Analisa, dan Gontor. 2004

Written by Nur Iskandar

Hobi menulis tumbuh amat subur ketika masuk Universitas Tanjungpura. Sejak 1992-1999 terlibat aktif di pers kampus. Di masa ini pula sempat mengenyam amanah sebagai Ketua Lembaga Pers Mahasiswa Islam (Lapmi) HMI Cabang Pontianak, Wapimred Tabloid Mahasiswa Mimbar Untan dan Presidium Wilayah Kalimantan PPMI (Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia). Karir di bidang jurnalistik dimulai di Radio Volare (1997-2001), Harian Equator (1999-2006), Harian Borneo Tribune dan hingga sekarang di teraju.id.

news sabah times

Cerita Mereka yang Kehilangan Pekerjaan

IMG 20201208 WA0046

Pilkada dan Kemenangan Sejati