Oleh: Ambaryani
Mati lampu. Berapa kali sehari lampu byar pet di Kubu. Hidup sebentar, mati lagi. Hidup, mati lagi. Lebih 2 kali sehari. Kadang, pagi menjelang siang mati, sore mati lagi, habis magrib gelap lagi, begitu bangun subuh kondisi gelap gulita.
Lampu byar pet begini bikin repot. Kadang saat jam kerja, kerjaan jadi terbengkalai karena lampu terlalu sering mati. Operator genset pun kadang sampai bingung.
Saat lampu padam, genset cepat dinyalakan. Belum lama mesin genset meraung, lampu sudah hidup. Dimatikanlah genset.
Belum sempat beranjak meninggalkan genset yang sudah senyap, lampu kembali padam. Teman-teman di kantor yang harus kerja menggunakan sistem jaringan, sering mengeluh mengenai kondisi ini.
“Kalau sedang input data dan menggunakan jaringan, begitu lampu mati, langsung tak connect, kerjaan terhambat, harus ulang dari awal”, kata teman sekantor saya.
Iya, memang ribet kalau lampu byar pet. Baru mau print surat, lampu sudah mati. Yang nahas, kalau genset tak ada minyaknya. Terhambatlah pelayanan.
Kalau yang bersangkutan sabar, akan menunggu hingga lampu nyala. Kalau tidak, terpaksa harus ditunda sampai besok. Apa boleh dikata.
Sebelum ke Kubu, suami saya mengingatkan soal hal ini. Beliau menyarankan harus siap senter. Dan saya pilih senter yang menggunakan baterai. Tak bisa mengharapkan lampu senter changer. Jangankan mau changer senter, batrai Hp saja kadang sampai kosong kalau lampu sudah sering mati.
2 teman serumah Teluk Nangka, masing-masing beli lilin 1 kotak untuk persiapan mati lampu. Khawatir kehabisan lilin.
“Tak bise kamek kalau dah mati lampu ni, sesak nafas”, kata teman serumah saya.
Semoga saja akan ada kemajuan nantinya. Lampu bisa tahan seharian menyala. Efek dari listrik begini, alat-alat elektronik rumah tangga juga akan cepat rusak.
“Jangan belikan mamak TV tipis, kalau di kampung cepat rusak karena sering mati lmapu”, kata Ibu saya mengingatkan dulu waktu kami membahas TV di kampung yang sering rusak. (*)