Oleh: Mita Hairani
“Udah jadi tulisannya Mita?” tanya Pak Yus ketika beliau datang ke ruangan Club Menulis IAIN Pontianak, Selasa (19/12/2017). Aku yang saat itu masih berdiri karena mengubah posisi dudukku hanya cengengesan karena belum menyelesaikannya.
“Sedang proses, Pak,” jawabku.
Bapak tampak sedikit buru- buru hari ini meskipun pada hari lainnya beliau memang terlihat mempergunakan waktunya dengan efektif. Pada permulaan pertemuan, Pak Yus sudah bertanya kepada anggota Club tentang kunjungan dari siswa SMA 3 Teluk Keramat, Sambas. Pak Yus meminta satu per satu menjelaskan tentang apa yang didapatkan dari kunjungan kemarin dan apa yang harus kita lakukan atau agenda kita ke depannya.
“Dimulai dari kamu,” pinta bapak sambil menunjuk Tuti.
Tuti duduk di sebelah pojok kanan di depan bapak dan aku duduk di sebelah ujung kiri, jadi aku tidak tegang karena biasanya Pak Yus akan menunjuk satu persatu berdasarkan urutan tempat duduk. Tuti sedikit gelagapan menjawab pertanyaan bapak. Meski aku tak dapat melihat wajah Novie, dan Ipa, aku tahu mereka pasti juga sedang mempersiapkan jawabannya.
Setelah satu per satu ditanya, barulah Pak Yus menjelaskan tentang feature. Pak Yus berdiri di depan papan tulis kecil di kiri kami dan beliau pun mulai menjelaskan tentang feature. Aku serasa menjadi mahasiswa KPI yang baru saja dapat mata kuliah Feature.
” Feature adalah berita dalam bentuk tak langsung. Yang ada di dalam feature di antaranya tokoh, dialog, dan jalan cerita.” Bapak menjelaskan panjang lebar, namun Penjelasan bapak tak dapat aku tangkap seluruhnya karena tiba- tiba rasa kantuk menghampiriku. Namun tetap aku kuatkan untuk mendengarkannya.
“Stop dulu…”instruksi bapak membuat anggota Club seketika beralih perhatian ke bapak, begitu pula aku.
“Sekarang baca dulu bagian leadnya, bagian awalnya,” pinta Pak Yus.
Urutan pembacaan dimulai dari Tuti lagi dan diakhiri denganku. Satu demi satu bagian awalnya dibacakan dan Pak Yus mengatakan boleh. Hingga tibalah giliran Novie.
“Novie”.
“Tunggu lok Pak, hilang Pak,” jawab
Novie sembari menggeser-geser layar smartphonenya.
“Kok bise?”
“Tak tau Pak, udah Novie simpan,” balas Novie dengan suara yang agak rendah dan memelas. Bapak pun tertawa dan diikuti dengan semua anggota Club.
“Ha.. boleh ditulis ni.. ” ujar bapak dengan suara tinggi sekaligus mencatatnya di buku. Anggota Club kembali tertawa.
Satu per satu anggota club kembali mendapat giliran hingga tibalah saat aku membacakan paragraf pertama dari tulisanku.” Udah jadi tulisannya Mita, tanya Pak Yus ketika ia datang ke ruangan Club Menulis…” ujarku dengan suara lantang.
Semua anggota Club termasuk Pak Yus langsung tertawa dengan tawa besar, sedangkan aku hanya dapat menyembunyikan wajahku di belakang Saripaini.
“Balas dendam Mita ni ye,” ujar Pak Yus ketika beliau berhenti tertawa.
“Tdak Pak,” jawabku langsung dan cepat.
Mereka kembali tertawa.
Setelah semuanya selesai, Pak Yus meminta kami membacakan dua paragraf akhir. Kak Desi dan Bang Amar izin kuliah. Bapak meminta kami langsung membacakannya. Ketika tiba giliranku, aku merasa agak keberatan karena tulisanku belum selesai. Aku membacakan paragraf akhir yang belum aku selesaikan. Setelah itu bapak terdiam. Club terasa sepi, aku tegang menunggu jawaban bapak. Sebenarnya aku agak ragu karena aku mengangkat situasi yang sama dengan Pak Yus.
“Menurutmu tulisanmu udah belum?” tanya Pak Yus setelah cukup lama diam. “Belum Pak,” jawabku dengan cepat dan tegang.
“Haa tu bisa ditambahkan,” tambah bapak. Setelah itu beliau memberikan beberapa tambahan untuk tulisanku.
Alhamdulillah, sekarang aku bisa tenang karena sudah memenuhi janji dengan mengirim tulisan dengan Pak Yus. (*)