in

Sawit dan Jalan Kampung Kami 2

jalan dan sawit


Oleh: Ambaryani

Kemarin 15 Januari 2021 saya dikirimi foto kondisi jalan menuju pabrik sawit di kampung kami. Caption yang dikirim oleh Mae membuat saya terdiam sejenak.

“Nok-nok, dalane ancur… Sawite mulai bosok, ra payu… Diguang 4 ton sawite mae”.
Mae mengabarkan kalau sawit yang sedang on the way ke pabrik tak sampai-sampai dan kondisi buah sudah mulai membusuk. Resikonya sawit tidak laku dan dibuang percuma.

Tentu tak hanya orang tua saya yang mengalami hal ini. Seluruh petani sawit di kampung kami mengalami hal yang sama.

Mendengar hal itu, terbayang wajah lelah petani yang sudah bermandi keringat mengurus kebun, memanen sawit, gotong royong membenahi jalan hingga membantu mendorong truk-truk yang nyangkut di jalan agar hasil panen mereka bisa dibawa ke pabrik. Tapi hasilnya nihil. Pil pahit harus ditelan. Hasil panen busuk dan dibuang begitu saja.

Sementara sawit menjadi tumpuan utama roda perekonomian petani di kampung kami untuk memenuhi kebutuhan reguler (harian). Adapun yang beternak sapi, itu untuk kebutuhan jangka panjang untuk kebutuhan anak sekolah, dan hajat yang membutuhkan biaya besar. Bahasanya tabungan, sistem perbankan tradisional ala masyarakat kampung.

Kondisi jalan yang hancur berefek besar pada sektor ekonomi. Harga sembako juga ikut naik karena akses sembako masuk, sulit. Jalur air ada, tapi tetap harus melewati jalan hancur dari pesisir sungai ke kampung.

Jalan yang hancur tersebut juga akses anak-anak untuk sampai ke sekolah jenjang menengah pertama dan menengah atas. vHal itu pula yang membuat kami memilih melanjutkan sekolah di kota, dulu. Walaupun dulu belum ada sawit. Sekolah jauh, jalan jika musim hujan hancur plus banjir. Maka tak heran kondisi tersebut membuat semangat sekolah anak-anak di kampung kami memudar.

Entah sampai generasi ke berapa masalah ini akan tuntas. Masalah jalan kampung kami, jalan kampung, dari saya kecil hingga saya pulang kampung membawa anak kecil pun masih sama. Mungkin ini nasib jalan yang jauh di sana. (Penulis adalah mahasiswa Program Studi Ilmu Administrasi Publik Fisipol Untan Pontianak)

Written by Ambaryani

Ambaryani, Pegawai Pemerintahan Kabupaten Kubu Raya. Lulusan Program Studi Komunikasi STAIN Pontianak. Buku berjudul; 1. Pesona Kubu Raya 2. Kubu 360 adalah buku yang ditulisnya selama menjadi ASN Kabupaten Kubu Raya

kak meiry volunteer

Prestasi Nasional Binabud Chapter Pontianak – Kalimantan Barat

bang kambing2

BANG KAMBING GA PAKE “K”