Oleh: Ambaryani
Ba’da Asar, aktivitas sore di sungai di Kubu dan Teluk Nangka, mulai nampak. Jika pagi, banyak penduduk yang berladang, noreh ataupun kerja sawit, sedangkan anak-anak dan remaja sekolah.
Sore selepas Asar, anak-anak mulai banyak menghabiskan waktu di sungai. Sambil menunggu malam, mereka ada yang berenang, main perahu (sampan), ada juga yang bermain perahu karet.
Adajuga yang sudah basah kuyup membawa ikan sungai hasil pancingan. Nampaknya asyik. Mereka sangat menikmati segarnya air sungai sambil senda gurau dengan teman sebaya.
Tak hanya anak-anak, bapak-bapaknya pun demikian. Ada yang mulai membawa pulang nira, potongan kayu yang akan dijadikan kayu bakar memasak gula, ada pula yang mengangkut sawit menggunakan perahu.
Para ibu juga serupa. Ada yang membincing baskom berisi pakaian kotor, atau hanya sekedar mandi bersama anaknya. Pinggiran sungai jadi ramai. Tangga-tangga sungai yang jika pagi hari sepi, hanya ada ember, gayung dan sabun, sore harinya menjadi sibuk.
Sibuk dengan aktivitas sore yang padat.
Masihada warga yang memilih mandi serta mencuci di sungai. Walaupun sebenarnya mereka memiliki wc dan kamar mandi. Karena di pinggir sungai ada nampak terjuntai paralon yang mereka gunakan untuk mengalirkan air sungai menuju bak mandi ataupun wc.
Ini tidak hanya persoalan mandi dan mencuci di sungai. Tapi, dengan begitu warga bisa sambil bercengkrama melepas lelah dan menikmati sore di tepian sungai, sembari mengerjakan pekerjaan rumah.
Jika semua dilakukan di dalam rumah, tentu saja tidak bisa begini. Di tepian sungai kehangatan hubungan sosial tetap terjalin, setelah seharian sibuk dengan aktivitas masing-masing. Tak perlu waktu khusus untuk berkumpul dan berbagi cerita. Sungai masih bisa menjadi penjaga hubungan bertetangga.
Sepanjang sungai yang mengalir, sepajang itu juga silaturahim mereka tetap terjalin. Sedingin air sungai Kubu, semoga warga Kubu tetap bisa menyelesaikan apapun persoalan dengan hati dan pikiran yang dingin. Semoga saja begitu. (*)