Oleh: Farninda Aditya
“Suami sebelah Kakak kau, ndak mauk. Jadi ndak dipakailah”, itu alasan Emak saat ditanya, kenapa tak pernah menyaksikan selamatan 7 bulanan dalam keluarga. Selamatan hanya dilakukan saat Aqiqah dan Gunting rambut saja.
“Udah lamak gak ndak pernah liat adat itu. Waktu aku maseh kecik-kecik ngeliat orang yang ninjak telok tu. Duluk, orang yang Sore Pacar-selamatan sebelum acara pernikahan- pakai ninjak telok gak. Sekarang cume pakai tepong tawar”.
Maka, untuk pihak keluarga kami, inilah selamatan 7 bulan pertama yang dilakukan setelah sekian lama. Namun, acara ini dilaksanakan oleh pihak suami. Sebab, itu pula alasannya kenapa kakak-kakak tak mengadakan acara ini. Diserahkan pada pihak suami.
Seperti yang dipesankan Emak, bertanyalah pada Mertua apa yang akan disiapkan. Sebab, Mak bilang seperti yang pernah dilihatnya dulu yang digunakan adalah kain 7 dan selendang 7 helai.
“Nanti die tu dilenggangkan, kaen ditarek-tarek. Di luar orang bace bace doe. Surah Yusuf, Surah Maryam”.
Dalam bahasa Melayu. Lenggang itu berjalan pelan-pelan dan sedikit bergoyang. Mungkin itulah kenapa disebut belenggang. Ada proses kain yang digoyang itu.
Saya pun bertanya dengan Mertua, apa yang perlu disiapkan.
“Tebu Merah, nanti dibuatkan gerbang dari tebu tu. Ayam kampong, telok ayam kampong sebutik, kelapak Pirang, kain 7 helai”.
Ternyata benar, kata emak. Ada kain 7 helai, tapi tak disebutkan selendang.
Tebu yang digunakan dua batang, sebab akan disatukan membentuk gerbang. Ayam kampung terserah warna apa, tak ada ketentuan jantan-betina, dan beratnya.
Seharusnya acara dilakukan satu hari saja, tetapi karena ada kendala kelompok membaca doa. Maka membaca doa dilaksanakan pada malam Sabtu, dan acara mandi-mandi Sabtu pagi. (lanjut)