Oleh Turiman Faturahman Nur, SH, M.Hum
Pertanyaan menohok ini saya terima bertahun-tahun silam saat bertemu dengan Pak Nanang Garuda di Bandung. Dan setiap tahun, setiap memasuki bulan Februari, pertanyaan ini selalu menemukan aktualisasinya hingga saat ini.
Sebagai orang yang sehari-hari bekerja sebagai desainer grafis, saya menyadari betul bahwa logo atau lambang merupakan salah satu “wajah” yang ditampilkan oleh sebuah institusi atau lembaga. Lembaga menggunakan logo dan lambang untuk menampilkan dirinya ke hadapan publik dalam bentuk simbol-simbol. Biasanya simbol-simbol yang terkandung dalam logo atau lambang memiliki pesan tersirat dan tersurat, sehingga masyarakat tahu lembaga apakah yang diwakili oleh simbol-simbol tersebut. Maka, dalam perancangan sebuah logo atau lambang bisa menghabiskan tenaga, waktu, dan biaya yang tidak sedikit untuk melakukan risetnya. Itulah mengapa harga sebuah logo atau lambang bisa berharga sangat tinggi. Itu pula mengapa banyak perusahaan yang melarang penggunaan logonya secara sembarangan, misalnya mengubah proporsi, tata letak, warna, dan penggunaan background yang tidak sesuai dengan perancangan aslinya. Penggunaan secara sembarangan dapat mengubah atau mengaburkan pesan yang ingin disampaikan melalui simbol-simbol itu.
Begitu pula dengan lambang negara Indonesia yang kita kenal sebagai Garuda Pancasila. Tidak mungkin lambang yang menurut Soekarno “alangkah megahnya dan cantiknya” ini muncul begitu saja tanpa ada proses perancangan. Demikian pula di balik perancangan lambang negara itu terselip pesan-pesan, baik tersirat maupun tersurat, yang ingin disampaikan kepada rakyat Indonesia oleh para perancangnya. Dapat dipastikan bahwa lambang negara ini berharga sangat tinggi saat itu mengingat Soekarno mengatakan “lebih baik kita rugi beberapa ribu rupiah daripada mempunyai lambang negara yang kurang sempurna.”
Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 66 tahun 1951, lambang negara yang gagah ini ditetapkan standarnya, baik dari segi proporsi, bentuk, dan warna. Akan tetapi, mengapa ketika ditetapkan menjadi undang-undang, lambang ini diubah proporsi, bentuk, dan warnanya tidak sesuai dengan rancangan awal?
Apakah Indonesia betul-betul tidak mengerti mengenai standar bentuk lambang negara, sehingga masyarakat bahkan lembaga negara sendiri dapat berkreasi sesuka hati mereka?
Apa artinya kesempurnaan yang diharapkan oleh para perancang lambang negara jika saat ini lambang tersebut digunakan secara sembarangan?
Di luar itu semua, pertanyaan paling menohok yang Pak Nanang Garuda ajukan adalah “apakah inkonsistensi bentuk garuda adalah lambang dari inkonsistensi negara kita saat ini?”
Teman-teman yang penasaran ingin mengetahui sejarah perancangan lambang negara, Rumah Garuda mempersembahkan booklet infografis “Perjalanan Lambang Negara Indonesia, Elang-Rajawali Garuda Pancasila” yang dapat diunduh melalui tautan ini: bit.ly/sejarahlambangnegara
Selamat hari lahir Garuda Pancasila-ku! * (Penulis adalah pakar hukum tata negara FH Universitas Tanjungpura. Peneliti Lambang Negara)