Oleh: Syafaruddin Usman
Perayaan Imlek atau tahun baru Cina sangat penting bagi masyarakat Tionghoa di dunia. Terlebih, pada malam pergantian tahun. Pada momen ini, semua anggota keluarga berkumpul dan makan malam bersama.
Dalam sistem penanggalan Tionghoa, malam pergantian tahun ini menandakan berakhirnya musim dingin dan dimulainya musim semi, serta tahun baru yang penuh dengan pengharapan.
Istilah atau penulisan Tahun Baru Imlek hanya dikenal di Indonesia. Kata Imlek adalah bunyi dialek Hokkian yang berasal dari kata yin li (baca: in li) yang berarti penanggalan bulan alias lunar calendar.
Penanggalan Tiongkok berdasarkan peredaran bulan di tata surya sehingga disebut dengan Yin Li. Sementara penanggalan yang dikenal sekarang, dan dipakai luas seluruh dunia disebut dengan yang li, dalam bahasa Mandarin artinya penanggalan matahari.
Imlek dikenal juga dengan nong li (baca: nung li), artinya penanggalan petani, di mana hal ini bisa dimaklumi, sebagian besar orang zaman dulu adalah bertani.
Para petani tersebut mengandalkan kemampuan mereka membaca alam, pergerakan bintang, rasi bintang, bulan, dan benda angkasa yang lain untuk bercocok tanam.
Apalagi di Tiongkok yang empat musim, perhitungan tepat dan presisi harus handal untuk mendapatkan pangan yang cukup.
Perayaan Chinese New Year sebenarnya adalah perayaan menyambut musim semi yang disebut dengan chun jie (baca: juen cie), yang artinya menyambut musim semi.
Musim semi disambut dengan sukacita karena musim dingin akan segera berlalu dan tibalah saat para petani untuk menanam lagi.
Tanaman pangan terutama padi (Tiongkok Selatan) dan kebanyakan gandum (Tiongkok Utara) serta tanaman pertanian lainnya.
Karena mengandalkan alam untuk kehidupan mereka, menyambut datangnya musim semi merupakan keharusan yang dirayakan dengan meriah.
Selain disebut Tahun Baru Imlek, banyak juga yang menyebutnya dengan Sincia, yang juga berasal dari dialek Hokkian, dari asal kata xin zheng (baca: sin ceng).
Kata ini merupakan kependekan dari “bulan pertama yang baru”, merujuk pada penulisan “bulan pertama” dalam penanggalan Imlek dituliskan dalam dialek Hokkian berbunyi Cia Gwe.(*Dari berbagai referensi. Penulis Syafaruddin Usman peminat kajian sejarah dan budaya kontemporer Kalimantan Barat)