Oleh: Leo Sutrisno
Hari ini, Minggu, 29 Des.2019, kita perayakan Pesta Keluarga Kudus. Gereja mengajak kita mencontoh kehidupan bapa Yusuf. seorang tukang kayu dari Nazaret, yang berlangsung lebih dari 2000 tahun yang lalu.
Bacaan I, (Sir 3:2-6.12-14), mengingatkan bahwa Tuhan telah memuliakan bapa di atas anak-anaknya, serta meneguhkan hak ibu atas para anaknya. Pada Bacaan II, (Kol 3:12-21), Rasul Paulus merinci tentang tata hidup yang mentaati perintah Tuhan. Di antaranya adalah: belas kasih, murah hati, rendah hati, sabar, serta saling mengampuni.
Bacaan Injil (Mat 2:13-15.19-23) mengisahkan bapa Yusuf yang menerima perintah Malaikat agar mengungsikan Yesus dan Maria ke Mesir.B erapa lama? Tak terbatas!. “Sampai Aku berfirman kepadamu”.
Inti dari bacaan hari ini adalah sikap takwa kepada Tuhan dengan menjalani perintah-Nya. Walau pun, tanpa kepastian. Sikap takwa kepada Tuhan ini dicontohkan pada bapa Yusuf, yaitu menyelamatkan bayi Yesus dari rencana pembunuhan raja Herodes. Dampaknya, kita pun diselamatkan-Nya.
Dalam kepatuhan totalnya kepada Allah seperti itu, Bapa Yusuf terlihat mempunyai daya ubah. Bagaimana kita? Selama masa Adven, Keuskupan Agung Semarang mengajak kita untuk menjadi seorang yang berdaya ubah.
Ajakan ini merupakan salah satu cara menghidupi ajaran Paus Fransiskus tentang pewartaan Injil di dunia dewasa ini (Evangelii Gaudium/EG). Kita semua diminta ‘pergi ke luar’ dari zona nyaman, dengan berani dan sanggup mencapai semua ‘batas paling tepi’ (EG 20).
Paus Fransiskus mengingatkan bahwa Gereja harus bertumbuh sebagai komunitas yang mempunyai suatu daya tarik-daya ubah (EG 12). Kita semua, sebagai pewarta kabar sukacita (EG 24), harus bersedia ‘memakai bulu domba’ agar ‘domba-domba’ yang akan diselamatkan tidak menjauh ketakutan. Kita juga harus sabar sehingga apa yang dilakukan berbuah. Namun, karena tugas ini tidak mudah, maka kita harus teguh hati. Jika diperlukan, harus siap menjadi martir.
Walau demikian, Kita harus tetap bersukacita karena satu langkah kecil manusia, di tengah segala keterbatasaanya, lebih menyenangkan Allah daripada suatu kehidupan yang menjalani hari-harinya dengan penuh ketertiban tetapi tanpa kesukaran –kesukaran yang besar (EG 44).
Bapa Yusuf ‘hanya’ melakukan langkah kecil, membawa keluarganya mengungsi, menghindari gerakan pembunuhan bayi oleh raja Herodes. Tetapi, dampak dikemudian hari, sungguh luar biasa. Penyelamatan umat manusia.
Bagaimana kita? Sudahkan berdaya ubah?
Semoga!