Oleh: Ustadz Rendy Saputra
Gegara tulisan tentang “CEO Masjid”, saya dapat serangan opini no mention. He he he.
“Gila aja nge gaji CEO masjid 20 juta, rusak dakwah, yang dibutuhkan itu marbot, sama petugas Imam sama muadzin, bukan CEO.”
Hmmm.. Mau kelahi di sosmed jadi gak ahsan. Jadi saya memilih tenang dan mencoba memahami.
Bisa jadi dimensi berfikir tentang masjidnya yang berbeda. Jadi wajar salah persepsi.
Jika masjid yang dimaksud hanya melaksanakan amaliyah ibadah mahdhoh, mungkin hanya butuh staff kebersihan dan petugas ubudiyyah seperti Imam dan Muadzin.
Jaga air wudhu, buka tutup masjid, pastikan toilet berfungsi, jaga kebersihan, pastikan rawatib fardhu ada imamnya, pastikan adzan tepat waktu, pastikan jadwal khatib, edarkan kencleng, hitung dan laporkan, bayar listrik air. Satu paragraf selesai.
Jika masjid nya adalah masjid “satu paragraf”, bisa jadi narasi saya memang salah. Gak butuh CEO. Mungkin butuhnya relawan saja. Piket saja 5 waktu shalat. Gantian adzan. Gantian imam. Namanya juga masjid “satu paragraf”.
Namun jika Masjidnya bergerak seperti Masjid Nabawi, mengasuh ummat, menjadi pusat aktivitas ummat, hingga men generate pasar manakhah di sekitar masjid, nampaknya gak cukup “satu paragraf”.
***
Semoga gak bosen ya, Saya cerita tentang Masjid Kapal Munzalan Mubarakan, Pontianak, Kalimantan Barat.
Saya bukan pengurus, bukan pimpinan, gak ada struktur apa-apa. Saya hanya santri. Jamaah masjid yang nendapat manfaat dari belajar di sini.
Masjid Munzalan Mubarakan ini foundernya Bang Muhammad Nur Hasan, mewakafkan tanah dan bangunan. Lalu ide dan gagasan kepemimpinan dilead oleh Kiyai Luqmanulhakim, sejak 2012. Mulai memancamg rapi sejak 2014, efektif bergerak dalam 6 tahun terakhir dalam bentuk organisasi yang cukup mapan.
Masjid ini punya 3 dimensi gerak.
Amal Sosial
Amal Pendidikan
Amal Ekonomi
Untuk “satu paragraf” ibadah yang saya bahas diatas sudah khattam lah ya. Clear. Ibadah mahdhoh gak ada isu dan perdebatan. Namun 3 dimensi ini yang jarang kita fahami sebagai tugas masjid.
إِنَّمَا يَعۡمُرُ مَسَٰجِدَ ٱللَّهِ مَنۡ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِ وَأَقَامَ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَى ٱلزَّكَوٰةَ وَلَمۡ يَخۡشَ إِلَّا ٱللَّهَۖ فَعَسَىٰٓ أُوْلَٰٓئِكَ أَن يَكُونُواْ مِنَ ٱلۡمُهۡتَدِينَ
Sesungguhnya yang memakmurkan masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta (tetap) melaksanakan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada apa pun) kecuali kepada Allah. Maka mudah-mudahan mereka termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk. -Surah At-Tawbah, Ayah 18
Ini ayat tentang perintah memakmurkan masjid. Ini ayat tentang SK ta’mir masjid di seluruh dunia.
Tugasnya jelas :
Beriman kepada Allah dan hari kemudian. Ini perspektif iman, ilmu, maka Masjid harus mendidik ummat. Ruh pendidikan disini.
Lalu melaksanakan shalat, shalat yang berjamaah, ada Imam dan Makmum, tunduk kepada Allah, berarti ini dimensi ubudiyyah, juga dimensi kejama’ahan. Kaum muslimin harus terorganisir untuk bergerak bersama. ekonomi nafasnya disini.
Lalu ada perintah Zakat, berarti masjid punya tugas menggerakkan potensi dana ummat dan menyalurkannya. Ini dimensi sosial.
Lalu tidak takut pada apapun kecuali kepada Allah. Ini fungsi kemandirian masjid. Dimensi kepemimpinan. Kita bahas lain waktu.
**
Munzalan Mubarakan ini adalah masjid yang memutuskan untuk memback up kebutuhan beras pondok-pondok santri yang membutuhkan. Biasanya santrinya digratiskan kiyainya atau bayar dengan iuran yang gak masuk akal. Murah banget. Operasionalnya berat.
Pondok-pondok ini hadir karena para kiyai merasakan bahwa santri yang mau belajar itu amanah, maka haram ditolak. Jadi diterima terus. Walau gak bisa bayar. Dikasih makan 3x sehari, dibelikan kitab, diasuh. Dahsyat memang.
Maka seorang Kiyai muda Luqmanul Hakim menggerakkan ummat. Singkat cerita, per bulan mei 2020 kemarin, sudah 71 ton tersalurkan ke 126 pondok.
Tiap bulan.
Sudah 82 kali pengiriman. Berarti 82 bulan bergerak.
Bukan cuma sekali.
Ke 126 pondok.
Bukan pas musim pilkada atau pemilu.
Ini tiap bulan…. Terus menerus.. Gak ada urusan sama musim politik.
Itu baru beras, 71 ton per bulan. Baru Pontianak dan Kubu Raya saja. Yang dihandle langsung oleh Masjid Munzalan Pusat.
Belum hitungan 400 ton lebih jika konsolidasi se-Indonesia. Oke lah, kita bahas yang digerakkan masjid lokal ini dulu.
Ada supply beras.
Ada program Masjid bagi-bagi “hadiah untuk muslimah’.
Ada program sosial bagi-bagi buah, bagi-bagi makanan, perbaikan infrastruktur pondok pesantren mitra, santunan para da’i.
Belasan miliar dana per bulan yang digerakkan.
Belum termasuk wakaf barang langsung.
Ok, stop dulu bahas amal sosial. Ntar kepanjangan. Banyak banget.
*
Amal Pendidikan, ada TK… SD… SMP Boarding School.
Ada beasiswa santri ke Gontor dan pondok-pondok terpilih.
Ada pendidikan khusus santri penerima amanah di internal pondok.
Ada edukasi khusus kepada jaringan pengusaha anshor Munzalan.
Ada grup khusus santri se Indonesia, Paskas Se Indonesia. Dan se abreg amal pendidikan lainnya.
Munzalan sedang mempersiapkan jenjang pendidikan TK sd S3. Clear. Lahan ada, SDM ada, gagasan dan kompetensi tersedia, tinggal dibangun pelan pelan.
Ok, stop dulu untuk amal pendidikan.
*
Amal Ekonomi.
Ada Munzalan Mart, Roti Gembul, Munzalan Studio, Munzalan Store, Munzalan reparasi AC, perdagangan, distribution center produk-produk tertentu, investment syirkah produktif. Wow, profit loss statement nya positif lho. Ane ngintip. He he he.
Keuntungan tijaroh diputar ke SDM.
Berapa total semua “santri penerima amanah” yang penuh dedikasi berkhidmat di Masjid ini?
300 santri.
Itu artinya Payroll ujroh ke 300 SDM.. Setiap bulan.
Total SDM dari 3 wilayah amal diatas.
*
Oke….
Kembali ke gagasan di awal.
Kalo Masjid “seratus paragraf” seperti Munzalan, butuh pemimpin dengan kapasitas staff tukang catat? Atau CEO?
Saya melihat Kiyai Luqman menguasai 3 dimensi ini.
Gerak sosial beliau faham, founder Gerakan Infaq Beras, menggerakkan 3000 PASKAS Se Indonesia. Menggerakkan 400 ton lebih beras.
Pendidikan beliau ngelotok. 10 Tahun di Gontor. Master di Kuala Lumpur, kampus terbaik. Search lah.
Ekonomi beliau khatam, komisaris di beberapa perusahaan. Produktifitas ngerti, manajemen faham, organisasi faham, keuangan faham, legal faham, digital ngerti.
Ini kalo bukan kapasitas CEO, jadi apaan donk?
Saya gak bahas Kiyai Luqman digaji berapa. Beliau memutuskan tidak digaji. Nah lho.
Tapi saya hanya ingin kembali bertanya…
Jika Masjidnya ingin menjadi masjid “seratus paragraf”, kira-kira butuh leader seperti apa?
Jadi sebelum kita berdiskusi panjang lebar, kita sepakati dulu :
Kita mau bangun masjid satu paragraf, atau seratus paragraf?
URS – Provoke The Ummah