in

Musim Kering, Sawit dan Air

WhatsApp Image 2019 08 13 at 17.48.16

Oleh: Yusriadi

Sudah sejak 3 hari, sejak kedatangan kami sekeluarga lebaran di kampung Ulu Sambas, Pae “ngasu”. Beliau mengambil air di kolam (embung) tetangga dengan 5 ken dan motor berkeranjang. Dua atau tiga kali.
Sumur di belakang rumah sudah hampir kering. Jika dipakai Pae dan Mae, sebenarnya masih cukup. Itulah sebabnya mereka belum mau membuat sumur bor. Tapi dengan kedatangan kami, jumlah pemakainya bertambah, jumlah air juga bertambah lipat.

Musim kering dan angkut mengangkut air memang sudah biasa bagi mereka di tahun-tahun belakangan ini. Sungai kecil yang membelah kampung serta sumur-sumur galian warga memang selalu kering bila satu bulan tidak hujan.
Warga menduga kekeringan itu terjadi karena faktor alih fungsi lahan menjadi lahan sawit. Alasannya, sawit memang masif sejak dekade ini. Hampir tiap jengkal lahan ditanami sawit oleh pemiliknya. Tanaman karet yang pernah jadi tanaman utama banyak yang ditebang diganti sawit. Lahan-lahan kosong yang sebelumnya ditumbuhi semak belukar juga jadi kebun sawit.

Tetapi walaupun kekeringan dikaitkan dengan sawit, sawit tidak disalahkan dalam situasi itu. Sawit adalah pilihan mereka karena nilai ekonomi tinggi. Sawit sumber utama pendapatan warga.
Keterbatasan air tidak membuat mereka mengeluh. Toh, sejak “jeman-jeman” kalau dikira-kira mereka sudah mengalami situasi susah.

Di tengah kesulitan air ada di antara mereka yang membuat embung atau kolam besar. Ada yang membuat sumur bor. Tak mampu membuat sendiri, mereka berkongsi sumur.

Begitulah situasinya. Di balik kesulitan selalu ada jalan keluarnya. Tak ada guna mengeluh. Trimo saja. (*)

Written by teraju

smp1.4

Berkurban guna Melatih Keikhlasan Warga Sekolah

WhatsApp Image 2019 08 13 at 22.08.15

Angin Puting Beliung di Kubu Raya