Oleh : Leo Sutrisno
Kejujuran merupakan salah satu keutamaan moral jika kita ingin memiliki kepribadian yang kuat. Seseorang yang mempunyai kepribadian yang kuat akan bertindak sesuai dengan apa yang diyakininya sebagai benar.
Bersikap jujur kepada orang lain berarti ‘terbuka’ dan ‘fair’. Terbuka bukan berarti kita harus menjawab dengan lengkap setiap pertanyaan orang lain. Terbuka juga tidak berarti orang lain boleh mengetahui semua isi pikiran dan perasaan kita.
Jujur berarti kita selalu muncul sebagai diri kita sendiri. Kita tidak menyembunyikan wajah kita yang sesungguhnya. Jujur berarti tidak berpura-pura. Dengan perkataan lain, jujur berarti kita tidak menyesuaikan kepribadian kita pada keinginan orang lain.
Memang, tindakan kita hendaknya tanggap dengan kehendak dan keperluan orang lain. Tetapi, kita tidak harus mengubah kepribadian kita. Kita bisa menahan diri terhadap kehendak orang lain demi kerukunan, demi kedamaian. Tetapi, itu bukan untuk mengubah diri pribadi kita agar sesuai dengan kehendak mereka.
Kemauan menahan diri itu kita lakukan semata-mata sebagai bentuk tanggap kita kepada mereka. Kita berbuat seperti itu bukan karena takut atau malu kepada mereka, tetapi karena kita berkorban demi kerukunan, demi keselarasan masyarakat dan sebagainya. Menahan diri, kita lakukan dengan sadar dan atas kehendak kita sendiri.
Jujur terhadap orang lain juga berarti ‘fair’. Dalam bahasa Indonesia tidak tersedia kata padanan dari kata ‘fair’ ini. Sebagian orang memadankan ‘fair’ dengan ‘adil’. Walau pun, makna ‘adil’ harus dijelaskan sebagai ‘kita diperlakukan oleh orang lain sama dengan apa yang kita lakukan terhadap orang lain itu’. Dalam olah raga kita mengenal istilah ‘fair play’. Maksudnya, semua bertindak sesuai dengan aturan yang berlaku.
Namun, perlu diingat bahwa kita dapat jujur kepada orang lain (terbuka dan fair) jika kita jujur terhadap diri sendiri. Itu berarti kita tidak boleh bersandiwara kepada diri sendiri. Dengan begitu jujur berarti ‘seiya-sekata’. Apa yang kita lakukan sama persis dengan yang kita pikirkan atau kita rasakan.
Tanpa kejujuran yang sesungguhnya, jujur terhadap orang lain dan jujur terhadap diri sendiri, kita tidak dapat memperoleh kemajuan. Itu berarti kita belum menjadi diri kita sendiri. Kita masih menjadi ‘boneka’ orang lain.
Selain itu, menjadi orang jujur perlu keberanian. Kita mesti berani melepaskan topeng-topeng yang menutupi wajah kita agar tampak wajah kita yang sesungguhnya.
Jujur berarti kita juga berani berpisah dengan kebohongan. Begitu kita berani berpisah dari topeng-topeng itu, berarti kita berani tampil dengan wajah kita sendiri. Kita tidak menjadi takut dan malu lagi jika orang lain mengetahui wajah kita yang sesungguhnya. Pada titik seperti itulah kita telah memiliki kepribadian yang kuat. Semoga!
Mangga ka-oncèkana
28-2-2019, Pakem Tegal, Yogya
Nuwun