Oleh: Leo Sutrisno
Hari ini, hari Minggu Prapaskah IV dengan Warna Liturgi Ungu, warna pertobatan.. Bacaan I (Sam 16:1b.6-7.10-13a) menceritakan tentang Daud anak bungsu Isai, orang Betlehem, diurapi nabi Samuel. Daud telah dipilih-Nya sebagai raja Israel menggantikan raja Saul. Tuhan telah menyelamatkan lagi bangsa Israel.
Dalam suratnya Rasul Paulus (Bacaan II, Ef 5:8-14), jemaat di Efesus diminta agar hidup sebagai anak-anak terang. Karena, terang hanya berbuahkan kebaikan, keadilan dan kebenaran.
Dalam bait pengantar Injil (Yoh 8:12b) kita mendengar firman-Nya, “Akulah terang dunia, sabda Tuhan. Barangsiapa mengikuti Aku mempunyai terang hidup”.
Dari Bacaan Injil, Yoh 9:1-41, kita mendengarkan cerita Yesus menyembuhkan seorang buta sejak lahir. Cara penyembuhan dilakukan tidak langsung. Yesus meludah ke tanah, dan mengaduk ludah-Nya itu dengan tanah, lalu mengoleskannya pada mata orang buta tadi. Kemudian, Ia menyuruhnya membasuh dirinya di kolam Siloam. Siloam artinya: “Yang diutus”. Dan, sembuhlah orang itu. Ia dapat melihat terang.
Yang diutus itu adalah Yesus. Yesus membuat si buta melihat terang. Tidak hanya secara jasmani tetati juga secara rohani. Ia melihat Yesus Sang Pemberi Terang.
Sari pati dari ketiga bacaan hari ini adalah penyelamatan dan penyembuhan yang dilakukan-Nya. Akibatnya, manusia yang bersangkutan dapat melihat terang. Bukan hanya terang duniawi tetapi terang rohani.
Saat ini, dunia sedang mengalami wabah penyakit akibat penyebaran Covid-19. Suasana sungguh mencekam. Orang menjadi bingung dan takut. Karena, hingga kini obat penangkal belum ditemukan. Sementara, penyebaran Covid=19 sangat cepat.
Kita semua merasa menghadapi kegelapan. Kita menjadi buta. Tidak tahu apa yang harus diperbuat.
Sebagian orang berefleksi tentang dosa manusia. Mereka berpikir, Tuhan sedang menghukum manusia. Pemikiran ini mirip dengan pemikiran para murid yang mencari dosa penyebab kebutaan orang tersebut.
Kemalangan yang diterima orang baik sukar dimengerti dengan akal sehat. Tuhan mendatangkan kemalangan pada orang baik? Tidak masuk akal! Barangkali Tuhan sedang mencobai orang baik? Rasul Yakubus berkata, “Percobaan tidak datang dari Allah. … Ia tidak mencobai siapa pun” (Yak 1:13).
Pemikiran ini mirip dengan kisah nabi Ayub. Ia kehilangan ketujuh anaknya dan juga hartanya. Ia juga menderita sakit hingga harus duduk di atas abu. Istrinya mendorong agar ia protes kapada Allah karena selama hidupnya ia selalu berbuat baik. Kemalangan dan penderitaan yang dialami dapat membuat seseorang tidak percaya lagi kepada Tuhan.
Tetapi, kemalangan dan penderitaan juga dapat semakin mendekatkan diri kepada-Nya. Seperti Ayub, kemalangan dan penderitaan yang diterima justru membuat imannya semakin dalam. Iman dengan mata batin baru membuat dirinya dapat melihat Tuhan dengan cakrawala yang baru. Walau harus ‘berdebat’ panjang dengan Tuhan.
Kemalangan dan penderitaan saat ini, akibat ‘perang dunia’ melawan Covid-19, mungkin juga dapat membuka mata hati kita semua. Sehingga, kita dapat melihat hidup di dunia ini dengan cakrawala baru. Yaitu, “Dunia ini adalah rumah kita bersama yang melindungi segala makhluk ciptaan-Nya” (Paus Fransiskus: Laudato Si).
Semoga!
Pakem Tegal, Yogya.
22-3-2020