By Turiman Fachturahman Nur, 9 Sept 2020
Perisai Pancasila penuh fhilosofi yang bernuansa relegiositas jadi sudah final tak perlu ideologi yang berbasis apapun, NKRI sudah “bersyariah Islam” Sultan Hamid II nasionalis layak jadi pahlawan nasional, bukankah lambang negara RI ini identitas negara Proklamasi 17 Agustus 1945, sayap ya 17, ekor Elang Rajawali Garuda 8 helai , bulu kaki dan leher 19 dan 45 helai dan perisai Pancasila dan kepala elang rajawali Garuda noleh kearah kanan, Nex future, salam Kanan. Fardhu wajib, kanan adalah kebaikan dan masa depan, jatidiri bangsa Indonesia Bhinneka Tunggal Ika, Bhina Ika, tunggal ika, berjenis jenis tetapi tunggal, keberagaman dalam persatuan dan persatuan dalam keragaman, itulah Sila ketiga PERSATUAN INDONESIA, oke kesatuan itu bentuk negara dan federal itu bentuk negara dalam time line sejarah, tetapi lihat pernyataan Sultan Hamid II beriikut ini dalam pledoi 1953 yang membebaskan dari tuduhan primer bahwa Sultan Hamid II bukan “pengkhianat bangsa” seperti fitnah Hendro Priyono dalam Chanel Agama Akal yang lagi proses penegakan hukum, kecuali jenderal Hendro priyono, “damai dengan fakta sejarah yang obyektif yang sudah diakui negara, demikian juga prof Anhar Gongong kami sudah baca disertasi saudara jangan manipulasi sejarah dan membutakan generasi mileneal, kasihan anak anak bangsa jika hal fitnah ini diteruskan , ini baca pernyataan Sultan Hamid II tahun 1953 di hadapan MA RI
Saudara Ketua
Bagaimanakah sekarang pelaksanaan segala sesuatu tersebut?
Sekembali saya dari negeri Belanda, segera saya melihat tendens-tendens yang menuju ke arah penghapusan negara-negara bagian secara ilegal untuk melaksanakan negara kesatuan selekas-lekasnya.
Sebagai diketahui, dari dulu hingga sekarang saya seorang yang berkeyakinan federalisme. Akan tetapi di atasnya itu, saya seorang putera Indonesia dan apabila rakyat saya menghendaki negara kesatuan dan menyatakan kehendaknya itu dalam suatu referendum atau pemilihan umum, sayalah yang pertama-tama akan tunduk kepada kehendak rakyat itu.
Saya sesalkan benar bahwa aliran-aliran yang menghendaki negara kesatuan itu mengambil jalan yang inkonstitusionil untuk menghapuskan negara-negara bagian. Akan tetapi yang lebih-lebih menyinggung perasaan saya ialah, bahwa saya merasa telah terperdaya oleh wakil-wakil bangsa saya sendiri. Apakah gunanya Konperensi Antar-Indonesia? Apakah arti perkataan-perkataan dan ucapan-ucapan yang muluk-muluk dari para pemimpin RI? Buat apakah RI me-ratificeer UUD Sementara RIS?
Apakah semua itu hanya merupakan sandiwara belaka?
Pertanyaan-pertanyaan serupa itulah yang selalu meliputi pikiran saya, serenta melihat perkembangan politik dan ketatanegaraan dalam negara kita, tidak lama setelah penyerahan kedaulatan.
Kecuali dari itu, oleh karena caranya bekerja dari aliran, yang menghendaki selekas mungkin dihapuskannya negara-negara bagian, pada saya timbul kekhawatiran kalau-kalau di negara kita akan timbul kekacauan yang tak terhingga. Dalam sidang Mahkamah Agung saya mendengar celaan, karena saya, katanya tak turut serta dalam usaha untuk mencegah atau mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh pemerintah.