Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Pertama dan utama, saya mendoakan semoga Bapak dan Ibu senantiasa diberikan kelimpahan keberkahan, kesehatan, kekuatan, dan kesabaran serta dimudahkan dan dilancarkan dalam segenap urusan dalam mengemban amanah mengelola UNTAN dan Fakultas yang Bapak Ibu pimpin. Aamiin.
Saya tergerak menyampaikan surat ini karena hari Ahad kemarin, 14 Februari 2021, bertemu dengan seorang teman yang saya kenal karena sering bertemu saat berolahraga jalan pagi dan lari-lari kecil di jogging track dan Arboretum UNTAN. “Tolong dong Bro, bantu suarakan rencana pembangunan pagar pembatas Fakultas Pertanian UNTAN yang akan mengurangi luasan Arboretum ini. Tidak banyak tempat di Indonesia yang memiliki hutan di tengah-tengah kota seperti yang kita miliki ini. Saya bukan alumni Fakultas Pertanian atau Fakultas Kehutanan UNTAN. Waktu kuliah di Jawa dulu juga bukan dari kehutanan atau pertanian, jadi kurang paham dengan kedua ilmu ini. Tapi sebagai warga kota Pontianak yang setia membayar pajak sebagai bentuk ketaatan saya kepada pemerintah, saya merasa punya hak menikmati udara bersih sambil berolahraga,” demikian pesan yang ia sampaikan kepada saya. Ia juga mengirimkan beberapa foto dan video perkembangan pembangunan pagar pembatas tersebut via WA.
Saya membaca rencana pembangunan pagar pembatas Fakultas Pertanian dan kawasan Arboretum UNTAN beberapa waktu lalu dari media lokal yang terbit di Pontianakdan cerita beberapa rekan alumni UNTAN. Tapi saya merasa hal ini tidak akan menjadi masalah ketika di hari-hari berikutnya saya juga membaca upaya para pihak baik di internal UNTAN (Rektor, Dekan Fakultas Pertanian, dan Dekan Fakultas Kehutanan) maupun pihak luar kampus seperti Pemerintah Kota Pontianak untuk mencari solusi terbaik terhadap rencana pembangunan pagar pembatas ini.
Namun, kiriman foto dan video teman saya tersebut sangat mengagetkan saya. Rangkaian foto ini seolah bercerita, pagar beton pembatas yang menjadi polemik tersebut ternyata pelan-pelan terus kokoh berdiri. Tentu saja ini sangat ironis, di tengah dunia ilmu pengetahuan yang terus berkembang, dan kesadaran pentingnya pemahaman dan integrasi antar disiplin ilmu membuat dinding-dinding pembatas antar keilmuan semakin cair dan runtuh.
Kita kini mengenal desk keilmuan baru seperti sosiologi ekonomi yang berkembang sejak tahun 1980-an, sejalan dengan berbagai permasalahan sosial ekonomi masyarakat, baik di negara-negara maju maupundi negara-negara berkembang yang terus berupaya meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya melalui berbagai kebijakan pembangunan.
Kita juga mengenal ilmu antropologi arsitektur, yang mencoba memelajari bagaimana manusia, dengan bantuan kebudayaannya, membangun relasi bentuk-fungsi-makna yang tampil dan diekspresikan pada karya-karya arsitektur.
Dan yang paling dekat irisan antara kedua fakultas di UNTAN yang sedang kita bahas ini adalah agroforestry atau wanatani sebagai suatu bentuk pengelolaan sumber daya yang memadukan upaya pengelolaan hutan dengan penanaman komoditas atau tanaman berjangka pendek, seperti tanaman pertanian. Menurut Wikipedia yang saya kutipkan di sini, model-model wanatani bervariasi mulai dari wanatani sederhana berupa kombinasi penanaman sejenis pohon dengan satu-dua jenis komoditas pertanian, hingga ke wanatani kompleks yang memadukan pengelolaan banyak spesies pohon dengan aneka jenis tanaman pertanian, dan bahkan juga dengan ternak atau perikanan.
Dengan beberapa contoh integrasi antar ilmu ini yang meruntuhkan sekat dan dinding keilmuan sebagai bentuk respon atas perkembangan dunia yang semakin kompleks, tentunya menjadi suatu hal yang ironis dan bahkan paradoks jika pembangunan pagar pembatas antara Fakultas Pertanian dan Arboretum tetap diteruskan. Selain menjadi simbol dan bukti fisik bahwa sekat dan dinding itu masih ada, pembangunan pagar ini juga berpotensi mengabaikan hak warga kota dalam menikmati ruang terbuka hijau (RTH). Sebagaimana dimandatkan oleh UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, proporsi RTH kota minimal 30% dari luas wilayah. Pembangunan pagar pembatas ini juga berpotensi melanggar hukum, Perda Nomor 2 tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak telah menetapkan kawasan Arboretum sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH).
Ada banyak jasa lingkungan yang disediakan oleh Arboretum ini secara gratis. Sebagai RTH, Arboretum memiliki multifungsi: sebagai daerah resapan air, penghasil oksigen, dan penyerap polusi udara dari kendaraan yang melintasi Jalan Ahmad Yani sebagai jalan protokol utama di Pontianak. Arboretum ini juga berfungsi sebagai wahana pendidikan lingkungan hidup yang tepat. Waktu anak-anak saya masih kecil, mereka sering saya ajak keliling menikmati beberapa koleksi tanaman hutan yang ada di lahan seluas hampir 3,5 hektar ini.
Pak Rektor, Bu Dekan Fakultas Pertanian, dan Pak Dekan Fakultas Kehutanan UNTAN,
Bapak Ibu semuanya sudah dianugerahi gelar professor, bentuk pengakuan dan penghargaan tertinggi atas dedikasi dan kontribusi dalam dunia ilmu pengetahuan dan pendidikan. Saya berhadap dan mendoakan semoga Bapak Ibu diperkuat juga dengan kebesaran jiwa, kelapangan dada, dan kerendahan hati untuk berkenan kiranya menerima dan membaca surat terbuka ini. Permohonan dan permintaan saya satu saja: tinjau kembali pagar pembatas antara Fakultas Pertanian dan Arboretum.
Silakan membahas pembatas fisik antar fakultas, tapi tidak harus batas tersebut ditegaskan secara fisik seperti pagar. Jika Fakultas Pertanian berencana mengembangkan fasilitas tambahan penunjang kegiatan akademik yang membutuhkan lahan, semoga Pak Rektor dan para pimpinan fakultas bisa mencarikan opsi lain, baik di lingkungan UNTAN maupun menjajaki kerjasama dengan pihak lain melalui skema kemitraan. Sekarang kan era sinergi dan kolaborasi ya, insya Allah ada banyak jalan untuk ini. Ada banyak pemangku kepentingan: pemerintah, swasta, atau bahkan masyarakat sendiri yang bangga bisa bekerja sama dengan UNTAN.
Sekali lagi, semoga tidak ada pagar pembatas tersebut. Semoga PAGAR MAKAN TANAMAN cukup jadi peribahasa saja, tidak menjadi sebuah kenyataan dan catatan sejarah yang kelam di UNTAN.
Demikian surat terbuka ini saya sampaikan, semoga mendapatkan perhatian dari Bapak dan Ibu yang budiman.
Pontianak, 15 Februari 2021
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Salam Takzim,
M. Hermayani Putera