Oleh: Turiman Fachturahman Nur
Perjuangan Panjang Sultan Hamid II adalah perjuangan yang penuh pengorbanan, baik wilayah DIKB yang digabungkan ke NKRI dalam satu RIS, namun akhirnya DIKB “ditenggelamkan” sama dengan hasil karya Lambang Negara Elang Rajawali Garuda Pancasila.
Sejarah lebih khusus lagi sejarah hukum adalah recor memory yang data datanya sudah terklarifikasi, terverifikasi, dan divalidasi serta falsifikasi, oleh para periset yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Apalagi riset dengan pendekatan sejarah hukum, yang mana secara metodologi harus dibuktikan dengan bukti bukti sezaman. Itulah yang dilakukan oleh Institut Sultan Hamid II yang didalamnya kumpulan periset dan bersinergi dengan periset nasional dan internasional yang “termeping” dalam jurnal jurnal ilmiah dan hasil riset yang dibukukan serta tersebar di media online. Silahkan telusuri awalnya google dari nol data tentang sejarah dan kiprah Sultan Hamid II, kini bertebaran, penuh dengan penulis muda, generasi mileneal yang kelak tidak “buta sejarah” dan tidak mau “dibutakan dengan sejarah bangsanya sendiri” sekalipun perjuangan Sultan Hamid II dalam mendukung kemerdekan dengan pengorbanan satu generasi kesultanan Pontianak serta kesultanan di Kalimantan Barat, dan tokoh tokoh Kalimantan Barat lintas etnis, 1945 yang materi muatan sudah diabadikan dengan tugu di Mandor, tetapi tugu di Pontianak dihancurkan oleh tangan tangan yang tidak bertanggung jawab yang tak paham bagaimana menghargai jejak sejarah daerah dan sejarah bangsanya.
20 tahun generasi muda Kalbar berjuang bagaikan menyusun kepingan kepingan sejarah “di lumpur” tetapi karena fakta sejarah itu tersimpan dengan rapi di berbagai institusi daerah, nasional dan bahkan internasional, sejak seratus tahun milad Sultan Hamid II dengan izin Allah dan niat untuk meluruskan fakta sejarah bangsa Indonesia dan daerahnya, semua terkuak. Sultan Hamid II diakui tidak hanya oleh tokoh daerah, tokoh bangsa dan tokoh internasional yang jejak fakta sejarah cepat atau lambat terkuak makin total seutuhnya. Ia difitnah, distigma, itu semua kami percaya campur tangan Allah SWT karena beliau putra waliullah, Sultan Muhammad Alkadrie yang gugur melawan Dai Nippon Jepang, 1944, yang kemudian jasadnya ditemukan kembali 1946. Sultan Hamid II mencari jejak ayahnya setelah kembali ke wilayah Kalbar, 1945. Sejak penabalannya, 29 Oktober 1945 dirintis federasi Daerah Istimewa Kalimantan Barat. Resmi berdiri pada 27 Mei 1947 yang atas nasionalismenya Sultan Hamid digabungkan ke Negara 17 Agustus 1945 dalam satu wadah RIS yang lambang negaranya ditetapkan oleh Kabinet RIS 11 Februari 1950 dan gambarnya didisposisi Soekarno pada 20 Maret 1950 dan rancangan terakhirnya dilampirkan secara resmi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951.
Lambang Negara akhirnya ditetapkan secara konstitusional dalam pasal 36A UUD Neg RI 1945 dan dijabarkan ke dalam Undang Undang Nomor 24 Tahun 2009 mulai dari pasal 46 sd pasal 57, dan dokumennya tersimpan rapi dan telah diakui oleh negara tahun 2016 dan diabadikan tahun 2018 oleh Mendikbud, juga repro file aslinya bisa dilihat di istana Kadriah Pontianak. Di Istana Qadriah dilahirkan sang perancang lambang negara RI yang lambangnya tersemat di cepu pejabat, di baju para petinggi negara dan di kertas-kertas berharga negara, masihkah kita tidak menghargai perjuangan Sultan Hamid II?
Pahlawan tentu seorang manusia yang ada khilafnya tetapi dibandingkan khillafnya lebih besar perjuangannya kepada bangsa dan negara. Itulah Sultan Hamid II pahlawan bangsa, walaupun untuk pahlawan nasional kembali kepada hak prerogatif Presiden sebagai kepala negara. Tentu kita butuh bijak dan obyetif dari anggota dewan gelar yang bisa menempatkan implementasi peraturan perundang undangan tentang tanda gelar dengan paradigma baru bukan sekedar kepentingan politik. Paradigma baru berupa sosiologi hukum di mana hukum tidak dipandang dengan kacamata kuda. Melalui sosiologi hukum keadilan tidak positivistik.
Itulah juga tugas setiap WNI ke depan. Sudah kita titipkan jejak sejarah DIKB agar paham kapan daerah bisa otonom yang dahulu pernah sebagai satuan kenegaraan berdiri sendiri yang bergabung ke NKRI oleh jejak perjuangan Sultan Hamid II. Alfatehah.
Dan layaklah untuk menghormati leluhur Sultan Hamid II yakni Habib Hussen Alkadrie yang dibawa oleh Daeng Manambon yang napak tilas ke Kerajaan Gala Herang Amatubillah dengan nama Pelabuhan Internasional TANJUNGPURA biar setara marwahnya dengan pelabuhan Tanjungpriok, di Jakarta, atau Tanjungperak di Surabaya, kita juga punya jejak sejarah besar cikal bakal kerajaaan dan kesultanan di Kalimantan Barat yakni Kerajaaan Tanjungpura.(*Penulis adalah Dosen Hukum Tata Negara–Peneliti Sultan Hamid II)