Oleh: Tengku Turiman Faturahman Nur
Siapa yang menggabungkan Daerah Istimewa Kalimantan Barat (DIKB), 1947 sebagai satuan kenegaraan berdiri sendiri kedalam Republik Indonesia Serikat (RIS) 27 Desember 1949 sehingga Kal Bar bergabung dengan Negara Proklamasi 17 Agustus 1945 ? Kemudian diabadikan pada Pasal 2 B Konstitusi RIS 1949 ? Bukankah Sultan Hamid II, itulah karir perjuangan diplomatik untuk kemerdekaan Indonesia secara de jure dalam dunia internasional sehingga wilayahnya bertambah dan starting point perjuangan diplomatik yang smart, cerdas dan ulung, atas dasar ini Muhamad Natsir 3 April 1950 kembali ke bentuk negara kesatuan.
Apa kata Sultan Hamid II sayalah orang Indonesia yang pertama yang setuju untuk kembali kebentuk negara kesatuan, tetapi DIKB 1947 yang merupakan satuan kenegaraan sendiri tetapi saya”dipencundangi” oleh wakil wakil bangsanya sendiri dibubarkan inkonstisional setelah saya ditangkap 5 April 1950 seperti “diberdaya bangsanya sendiri” inilah nasib Kalimantan Barat, dituduh terlibat Westerling di Bandung 23 Januari 1950, sedangkan Sultan Hamid II berada di Pontianak bersama Muhammad Hatta dan tuduhan primer tidak dapat dibuktikan dipersidangan MA dan DIBEBASKAN DARI TUDUHAN TERSEBUT OLEH MA, 1953, bayangin 5 April 1950 ditangkap baru disidang tahun 1953, tiga tahun tanpa kepastian hukum dan disidang dibawah UUDS 1950 sedangksn beliau diangkat menteri RIS dibawah konstitusi RIS, 1949, bisakan Hukum berlaku surut, ini jelas pelanggaran HAM dan pelanggaran asas hukum,bahwa hukum tak boleh berlaku surut, jelas ini peradilan politik, jadi beliau mendekam di penjara sebagai tahanan tanpa kepastian hukum, lalu tetap dihukum, bisakah sebuah pemikiran federal dihukum dan niat yang tak ada pelaksanaan persiapan daoat dihukum, seluruh pakar hukum pidana bersepakat niat yak dapat dihukum, lalu tetap dihukum, atas dasar apa atas dasar politik, sedangkan pelaku utama di Bandung Westerling sudah menawarkan ekstradisi untuk hadir di sidang tak dihukum, adilkah itu wahai sejarahwan yang punya hati nurani, lalu dibuat stigma negatif terhadap Sultan Hamid II “pengkhianat” karena pemikiran federal dan menjabat ajudan ratu Wilhelmina tahun 1946, ingat tahun 1946 Kalimantan Barat BELUM GABUNG KE NEGARA 17 AGUSTUS 1945, BARU GABUNG KETIKA 27 Desember 1949 dalam kedudukan status hukum sebagai satuan kenegaraan berdiri sendiri /negara otonom sejajar dgn negara Republik Indonesia, lihat. Pasal 2 A dan 2 B Konstitusi RIS 1949, dan kemudian jadi daerah administrasi dengan peraturan pemerintah produk hukum RI Yogyakarta dan akhirnya 1 Januari 1957 jadi Provinsi Kalimantan Barat ,itulah HUT Pemda Kalimantan Barat. Terlepas dari fakta hukum sejarah hukum tata negara, ada karya besar yang telah diakui negara tahun 2016 dan sertifikat dari institusi negara 2018 yakni lambang negara RI yang telah diabadikan didalam UUD Neg RI 1946 hasil amandemen ke 2 pasal 36 A lambang negara RI adalah Garuda Pancasila dengan semboyan bhinnneka Tunggal Ika, hasil buah karya Sultan Hamid II, dan satu satunya kata Pancasila dalam batang tubuh UUD Neg RI 1945 adalah pada pasal 36 A, yang ditegaskan lagi dalam UU Nomor 24 Tahun 2009 pasal 46 sd pasal 57 , ironis bangsa sebesar ini tidak malu menggunakan lambang negara karya Sultan Hamid II yang dituduh “pengkhianat” bangsa dan negara sebesar ini hanya mendengar jenderal Hendro Priyono dan seorg Sejarahwan dengan mengabaikan aspirasi masyarakat Kalimantan Barat selama 20 Tahun meluruskan sejarah Sultan Hamid II dengan riset penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan, wahai Presiden RI Jokowi bisakah membaca suara aspirasi masyarakat Kalbar hak pregrotatif ada di kepala negara RI yang saudara sedang jabat saat ini. inilah moment terbaik saudara Presiden menggunakan hak pregrotatif saudara, krn SOP di Kemensos tak berjalan sebagaimana mestinya, terbukti dua trolly dokumen usulan mangkrak digudang Mensos.(*Penulis adalah dosen hukum tatanegara Universitas Tanjungpura Pontianak)