Oleh: Roosandra Dean Alkadrie
Bismillahirrahmanirrahim
Pontianak, 13 Juni 2020
Penuh rasa luka dan sedih dalam lumeran kepahitan dan kegetiran menahun.
Mohon mengertilah rasa duka kami.
Kami sudah terlalu lama dizalimi, sudah terlalu lama kami bersabar dengan menanggung beban moral, air mata, darah dan semua hak kami atas tanah pusaka leluhur kami di Kalbar
Tetapi kami tetap Diam seribu bahasa dan tetap teguh berprasangka baik dengan janji kami kepada leluhur kami untuk tetap ikhlas mengedepankan kebersamaan dan menerima apapun keputusan pusat tanpa berbuat reaksi dan tindakan anarkis.
Karena kami mendukung semangat nasionalis RI, seperti yang diperjuangkan oleh Sultan kami, Sultan Hamid II.
Kami menerima dengan
Patuh dan Berjiwa Besar, apapun konsekuensinya.
Kami makan semua ketidakadilan ini.
Kami putihkan mata kami menyaksikan ketidakadilan di rumah besar kami sendiri.
Kami pecahkan kalimat kalimat kesedihan di perut hati jantung kami, bukan di mulut kami.
Karena Sultan Hamid II kami memilih untuk tetap diam dan mengalah hingga ajal menjemputnya saat sujud sholat Maghrib menghadap Allah SWT Tuhan kami.
Karena bagi leluhur kami, bertindak hanya akan menang jadi arang dan kalah jadi abu.
Maka dari itu
Kami memilih untuk tetap bersabar seperti yang dipesankan oleh Sultan Hamid II, Sultan kami.
Masih haruskah
Rasa sakit ini dicongkel congkel lagi hingga mengeluarkan nanah busuk di Negeri ini ???
Jangan buka luka lama kami
Kami sudah cukup bersabar dan mengalah
Pahami perasaan dan pengorbanan kami selama negeri ini terbentuk menjadi RI.
Wassalam
Dean Viejaya Roosandrie
di tepian tanjung cabang tiga Sungai Kapuas dan Sungai Landak, belah ilek.
Kami ikhlas
Ajari kami untuk tetap ikhlas dari cercahan dan tuduhan ini yang masih terus berlanjut tak berhingga.
Syarif Ibrahim Alqadrie
Max Jusuf Alkadrie
Yeti Alkadrie
Yeti Alkadrie
Nur Iskandar
Yasmine Shahab