Oleh: Nur Iskandar
Selamat Hari Lahirnya (TNI alias TKR) karena TNI Sesungguhnya Lahir pada 3 Juni 1947. Frasa yang lebih tepat kita bunyikan sehingga lebih pas mungkin, selamat hari lahirnya tentara.
Soal penetapan hari lahir organisasi ini pasti ada tarik menarik kepentingan. Silahkan cross check lebih dalam. Hal yang sama terjadi di kepolisian dimana sesungguhnya kepolisian yang lahir untuk mempertahankan kemerdekaan juga bukannya 1 Juli, tapi pada tanggal 21 bulan Agustus tahun 1945. Selisih waktu hanya empat hari dengan proklamasi kemerdekaan (baca memoar Moh Jasin–tokoh Polri proklamator Kepolisian yang mana tahun 2015 ditetapkan sebagai pahlawan nasional). Ada tarik menarik kepentingan di situ atau di sana. Dan hal ini saya ketahui dari dalam tubuh Polri ketika menulis biografi Wakapolri Komjen Pol Jusuf Manggabarani (2011).
Jadi sejarah selalu begitu. Alat pembenaran para pemenang. Kita bersemangat meluruskan sejarah karena menegakkan keadilan. Keadilan itu sendiri adalah nilai nilai luhur budaya bangsa yang direkam pada dua sila Pancasila. Pertama sila kedua: kemanusiaan yang adil dan beradab. Kemudian sila kelima keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam konteks hari lahir tentara dan polisi para pihak yang berjasa mestilah diakui. Kesalahan selama ini mestilah dikoreksi. Soal mau diikuti atau tidak, soal lain. Bahwa kita hanya mengingatkan. Jurnalis bertugas sesuai UU Pers, yakni informatif dan edukatif. Medan laga pers juga adalah medan laga perjuangan mencerdaskan kehidupan bangsa…
Lalu dalam konteks militer dimana peran pribumi pertama mencapai pangkat Mayjen di tubuh KNIL? Sultan Hamid II Alkadrie? Di sinilah kita melihat tarik menarik kepentingan yang lumrah terjadi di tubuh militer di mana TNI itu gabungan dari BKR, TKR, KNIL dan laskar-laskar rakyat.
Tidak mudah memang. Namun ada pemenang sekaligus pecundang.
Tarik menarik kepentingan yang belum selesai. Letupan kerasnya di 30/S/PKI. Pada akhirnya sejarah berimbas ke politik. Perebutan kekuasaan dan sumber sumber ekonomi.
Rakyat perlu tahu agar tidak jadi korban. Aparat negara perlu tahu agar bisa perbaiki keadaan. Sejarah yang lurus adalah modal dasar persatuan dan kesatuan bangsa. *