Oleh: Yusriadi
Kamis sore ( 27/4) di kantin kampu IAIN Arraniry Banda Aceh. Saya dan Dr. Syaifullah, Official Kontingen IAIN Pontianak, sedang duduk sambil istirahat siang. Menunggu peserta lomba cabang Makalah Alquran dan Puitisasi Alquran.
Marzuki, LO kami datang. Dia bergabung dengan kami.
Marzuki mahasiswa senior, jurusan Fisika. Dia aktivis kampus.
Setelah itu, aktivis lain yang terlibat dalam Panitia PIONIR VIII datang menyusul bergabung. Ramai jadinya.
Kami bicara banyak hal. Mulai dari perihal motor Marzuki yang ditahan Polisi Lalu Lintas, Kampus, PIONIR, hingga tema abadi: Tsunami dan konflik Aceh.
Saya menangkap kesan luar biasa dari para aktivis ini. Terutama cara berpikir mereka.
Mereka sangat positif. Musibah dipahami dan dimengerti dari sisi positif. Ada kelapangan dada dalam pengertian sesungguhnya.
“Tsunami membawa banyak hikmah bagi Aceh,” begitu kata mereka.
Semua mengiyakan. Setelah tsunami solidaritas muncul. Keinginan memperbaiki masa depan tumbuh.
Sekarang, bangunan fisik tumbuh. Bantuan luar berdatangan dan menjadi monumen yang mengingatkan solidaritas itu.
Diskusi makin menukik ketika masuk ke wilayah aksi. Ini wilayah yang teknis.
Sekarang saatnya mereka berkiprah. Mereka merintis melalui kiprah saat mahasiswa.
Ada semangat dari dalam yang kuat. Ada juga dorongan dari luar.
“Ini…kan dekat antar UIN dan UNSYIAH. Beseberangan. Jadi di sana aktif, di sini juga aktif. Begitu juga sebaliknya,” kata mereka.
“Makanya, sering ada perang spanduk kegiatan,” tambah yang lain.
Lomba begini jelas positif. Lomba dalam hal kebaikan. Saya yakin rivalitas ini akan membuat mereka menjadi sangat hebat di masa depan. Dan, saya belajar banyak dari mereka melalui percakapan tersebut. (*)