Oleh: Yusriadi
Saya memandang lekat pada wajah di depan saya. Wajah orang bijak yang tidak dikenal.
Kamis (26/7/18) saya bertemu dengannya. Saya berurusan dengannya untuk memastikan posko mahasiswa yang akan melaksanakan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) di kampung tempat lelaki itu tinggal.
Lelaki itu menawarkan rumahnya sebagai tempat menginap mahasiswa. “Di sini saja Pak, kalau bisa,” katanya.
“Rumah kosong di sana, sana…”
Saya agak berat mengiyakan. Saya masih mengincar rumah kosong yang sebelumnya saya lihat cukup banyak di daerah itu.
“Ada, sih… tapi sempit. Ramai kan? WC-nya … payah,” tambahnya.
“Eh, tak apa, Pak,” saya masih berharap.
Saya ceritakan pengalaman saya ber-KKL sebelum ini. Selain yang lancar, mulus dan mantap, sesekali ada posko di rumah yang sudah bertahun-tahun tidak ditempati. Ada posko yang tak ada WC. Ada posko tak berlistrik. Ada rumah yang tak bersumur. Ada rumah tua yang harus dibenahi dahulu saat kami datang. Semuanya… kalang kabut.
Tak masalah. Bagi kami sudah dapat tempat menginap, alhamdulillah. Sudah diterima di kampung orang, alhamdulillah. Semuanya harus disyukuri. Tidak boleh mengeluh. Tak seharusnya minta difasilitasi lebih dari yang ada.
“Malah Pak, saya lebih suka tempat KKL yang tak ada sinyal, tak ada listrik, jauh terpencil. Di tempat ini mahasiswa bisa lebih banyak belajar tentang kehidupan,” kata saya.
Panjang cerita, lelaki itu mengatakan dia menawarkan rumahnya sebagai posko mahasiswa. Rumah yang bagus. Dia dan keluarganya nanti akan tinggal di rumah samping. Dia mengalah.
“Wah, Pak?”
Sungguh, saya merasa tak enak.
“Benar, Pak. Saya mbayangkan anak saya nanti. Anak saya nanti akan KKL juga, akan ketemu yang seperti ini”.
Katanya, dia berharap anaknya kelak bisa KKL dengan lancar, diterima oleh warga, mendapat tempat menginap yang layak. “Saya mikirnya begitu,” tambahnya.
Saya mengangguk. Saya mengagumi cara pikir lelaki itu. Begitulah seharusnya. Seharusnya banyak orang berpikir dan bersikap begitu. Dalam hal begini –memberi layanan, mengukur baju di badan sendiri. Di sini, dia memuliakan tamu.
Saya jadi ingat beberapa tempat yang pernah enggan menerima mahasiswa KKL. Ingat juga sikap-sikap tak peduli terhadap orang yang datang, padahal kedatangan mahasiswa KKL itu untuk membantu warga.
Ya Allah, tunjukkan kami jalan yang lurus. (*)