teraju.id, Mempawah – Sejarah dengan tinta emas tergores di Bumi khaTULIStiwa, Minggu, 10/9/17 kemarin. Tepat pukul 11.00 WIB, diluncurkan sebuah buku berjudul Cerita Tentang Farninda, seorang aktivis literasi di Kalbar yang ditulis oleh aktivis literasi di Club Menulis IAIN Pontianak.
Peluncuran buku mengambil momentum paling bersejarah dalam tonggak kehidupan Farninda selain hari kelahirannya, yakni masa ketika dia dipersunting dalam sebuah rangkaian upacara akad nikah nan sakral.
Hari yang istimewa itu sendiri ditandai dengan hujan deras mengguyur bagai tak hendak berhenti. Namun rombongan pengantin pria dari Kota Baru tak ada sakal buat berangkat ke Mempawah yang berjarak sekitar 80 km dari Kota Pontianak. Di tengah hari mulai cerah, Pay, pengantin pria diarak turun dari iring-iringan kendaraan. Kelompok tanjidor “Dendang Bersama” menyemarakkan suasana. Apalagi disambut dengan pukulan tar (hadrah) dari pihak mempelai wanita. Sahut menyahut pantun pun semakin membuat pagi menjadi cerah. Apalagi disempurnakan dengan tari persembahan yang diperagakan gadis-gadis berdandan cantik.
Rangkaian acara akad nikah yang berlangsung sukses dan lancar itu dilengkapi dengan kejutan peluncuran buku dari Club Menulis IAIN. “Kami memang memberikan kejutan buat mempelai,” kata salah seorang inisiator terbitnya buku, Marsita Riandini. Kata wartawati yang akrab dengan Farninda, hadiah buku akan lebih istimewa karena terikat dalam benda yang tak hanya sekedar bacaan, namun dalam makna serta berkesan.
Marsita membuka kado dari bungkus yang rapat di depan kedua mempelai di atas pelaminan. Sebuah gunting diserahkan kepada pembina Club Menulis, Dr Yusriadi, MA untuk menandai peluncurannya.
“Oh saya kah yang memotong pita pertanda launching buku istimewa ini?” Yusriadi maju dan menggunting pita disambut senyum, tawa, dan berbagai komentar renyah soal cantiknya Farninda, sang pemimpin Club Menulis IAIN. Kata cantik di sini perlu ditabalkan karena perempuan aktivis literasi dan sastra Kalbar ini biasanya sehari-hari tampil tomboy dan tak terlalu peduli dengan dandanan.
Buku berjudul Cerita Tentang Farninda ini ditulis oleh para sahabat dan pemerhati media literasi Kalbar. Selain Marsita Riandini, juga ada Dian K, Ambaryani, Dr Yusriadi, Dedi Ari Aspar dll.
“Buku ini disusun dengan ide memberikan kesan terbaik buat Farninda. Kami buat mendadak. Hanya beberapa pekan sebelum hari-H pernikahan. Dan tentu ini dirahasiakan,” ungkap Marsita.
Isi buku bercerita tentang interaksi penulis dengan figur Farninda yang bernama lengkap Farninda Aditya, M.Pd. Ada dari sisi humor, penampilan, pemikiran, sepak terjang, karya, hingga pesan-pesan menjalani rumah tangga agar sakinah-mawaddah-warahmah.
Sementara itu di depan pintu masuk rumah resepsi terdapat sebuah baliho bertemakan kartun pernikahan di mana dua sejoli membuka buku. Pada halaman buku yang terbuka itu tertulis Aksara Sandi serta sebait puisi. Di bagian bawah baliho tertera lembaga-lembaga literasi yang akrab dan dekat dengan Farninda Aditya.
Budaya peluncuran buku seperti ini perlu dikembangkan. Terutama karena pernikahan merupakan acara yang sakral. Buku juga merupakan sesuatu yang sakral di belantika akademik atau pendidikan. Adapun rumah tangga yang terbentuk akibat pernikahan adalah sekolah mini di mana ayah, ibu dan anak diibaratkan dengan kepala sekolah, guru dan murid. Buku menjadi amat sangat penting.
Bayangkan jika setiap akad nikah ada launching buku? Berapa banyaknya buku terbit di Indonesia. 🙂