Oleh: Yusriadi
Senin (9/10) malam saya diundang untuk bicara di depan mahasiswa penghuni asrama Sambas. Bagian pengembangan sumber daya manusia, pengurus asrama mahasiswa Sambas ingin saya berbicara tentang menulis. Tema yang diusung keren abis. “Mengubah dunia dengan ujung pena”.
Sedemikian keren tema itu, sampai saya merasa kehilangan tenaga untuk bicara tentang menulis. Fokus saya juga beralih.
Saya justru memulai diskusi dengan mengungkapkan sejarah panjang dan gemilang Sambas. Ya, Sambas adalah tempat yang luar biasa yang memiliki banyak cerita menarik.
Sambas merupakan kerajaan cukup besar di pantai barat pulau Borneo. Kerajaan Sambas berkuasa dan memiliki peran dalam dinamika politik, keamanan, dan ekonomi pantai barat. Perang kawasan dan pertentangan dengan Belanda serta Siak, Sumatera merupakan contoh peran itu.
Sambas menjadi pusat ekonomi. Pelabuhan Sambas disinggahi kapal-kapal cukup besar. Terhubung dengan pelabuhan lain, termasuk pelabuhan Singapura.
Sambas juga penting dikaitkan tanah asal usul bahasa Melayu. Hipotesis Borneo as Malay Homeland meletakkan wilayah pantai barat ini sebagai tempat yang tua. Banyak artefak arkeologi pernah ditemukan di wilayah Sambas.
Bahasa Sambas dengan sistem fonologi dan morfologi yang khas turut mendukung dugaan. Sudah tentu hipotesis ini sangat berarti untuk memahami jalinan dan kesinambungan sejarah dan prasejarah Sambas.
Persoalan “bubur paddas” dan “tenun songket” Sambas yang sempat membuat heboh nasionalisme Indonesia, sesungguhnya juga masih relevan untuk menyebutkan kebesaran Sambas. Budaya, dalam hal ini pengetahuan atau teknologi tradisional Sambas itu berkaitan dengan peradaban masyarakat di sini.
Saya sangat bersemangat malam itu. Bersemangat dengan cerita luar biasa itu.
Entah kena atau tidak, saya ingin mengingatkan sekitar 60 mahasiswa yang hadir malam itu. Saya ingin mereka sadar bahwa sebagai mahasiswa, banyak tugas menanti. Mereka harus membaca kebesaran masa lalu dan menjadikannya modal untuk bersama Sambas di masa depan.
Sambas yang belakangan ini agak tertinggal, kurang maju dibandingkan beberapa pusat kabupaten lain yang usianya relatif baru, ke depan akan berubah. Letaknya yang strategis merupakan potensi besar yang pasti suatu saat didayagunakan.
Jika mahasiswa tidak mempersiapkan diri, serbuan luar akan masuk, dan mereka akan jadi penonton. Sebagai mahasiswa, mereka harus rajin membaca dan menulis. Membaca membantu mereka menggali pengetahuan. Menulis membantu mereka mengukur pengetahuan itu, sekaligus mempromosikan dan mendokumentasikan kebesaran dan kekayaan Sambas.
Mahasiswa yang tidak memerankan diri sebagai agen perubahan, tidak membekalkan diri dengan ilmu dan keterampilan, akan tergilas oleh perubahan yang diterajui orang lain. (*)