Oleh: Leo Sutrisno
Ia baru saja membukakan pintu istrinya ketika menerima panggilan dari IGD. Tanpa berganti pakaian, ia sempatkan menemui para tamu sambil minta ijin.
Tanpa mengurangi kewaspadaan ia melaju kecang menuju rumah sakit. Singgah sebentar di ruang jaga, ganti pakaian sebelum ke ruang bedah.
Di depan pintu ruang bedah, ia sudah dicegat oleh keluarga pasien dengan sejumlah umpatan dan keluhan.
“Begitu lama dokter sampai di sini?” Kata ayah pasien.
“Maaf, saya sedang di luar. Saya sudah berusaha secepat mungkin sampai di sini, Pak” Jawabnya sambil membungkuk santun.
“Tidak tahukah kalau nyawa anak ini dalam keadaan gawat? Cobalah punya sedikit rasa tanggung jawab terhadap keselamatan pasien!” Tukas salah seorang dari keluarga pasien.
“Maaf, Saudara semua. Mohon tenang dan berdoa. Agar saya dapat segera bekerja. Perawat sudah menunggu” Jawabnya tenang dengan tetap tersenyum.
“Tenang katamu?! Apa yang ada dihatimu jika pasien itu anakmu? Dapat tenang?” Kata ibu pasien dengan raut muka marah.
“Apa yang akan kau lakukan seandainya anakmu yang mati?!” Sambung ayah pasien dengan kemarahan yang memuncak.
Dengan tenang ia menjawab, “Ada tertulis, asalmu dari tanah maka akan kembali ke tanah. Saya akan memakamkannya dengan baik, Pak. Dokter tidak dapat memperpanjang umur seseorang. Beri saya jalan. Kalian semua duduklah di sana dan berdoa. Maaf, saya masuk”
“Memberi nasehat mudah, jika tidak mengalami sendiri” Guman ayah pasien.
Operasi memerlukan waktu beberapa jam. Ia ke luar dengan muka cerah, “Syukur alhamdulillah. Puji Tuhan. Anak selamat, Pak! Jika ada yang akan ditanyakan perawat ini siap memberi jawaban dan penjelasan”
“Dasar sombong!! Pergi begitu saja” Teriak ibu pasien masih dalam kemarahan yang membara.
Dengan ramah perawat menjawab sejumlah pertanyaan dari mereka. Setelah selesai memberi keterangan yang akan dilakukan selama perawatan di rumah sakit, perawat itu menutup. “Sudah jelas semua ya. Ini pesan tertulis dari dokter. Satu untuk kami. Satu untuk keluarga”
“Maaf, sebelum diakhiri pembicaraan ini, perkenankanlah saya memberitahu kalian semua” Kata parawat sambil menata kata yang akan disampaikan.
“Ketika menerima panggilan tadi, dokter baru saja tiba di rumah dari acara pemakaman anaknya” Lanjutnya dengan mata berlinang.
Pintu kamar pun ditutup. Perawat menumpahkan air matanya di balik pintu.
Jauh di luar sana sesekali masih terdengar letusan tembakan gas air mata yang memecah keheningan malam.
Pakem Tegal, 8-10-2020
Leo Sutrisno
Cerita ini ditulis dengan iringan trumpet Milton Isejima ‘Il Silenzio’ komposisi Nini Rosso dan Gugliemelmo Brezza (1965) dalam Bb Major.