Oleh : Khatijah
Ketinggalan, atau lebih tepatnya saya gak update. Saya tidak tahu tulisan apa yang meledak sekarang karena kurang terjangkaunya internet. Saya baru tahu di sosmed sedang heboh perihal tulisan Bung Ben yang berjudul “ATRAKSI MENGIGIT-SIKSA ANAK ANJING DALAM PERAYAAN CAPGOMEH SINGKAWANG, TERLALU BERLEBIHAN!“. Tulisan ini banyak mengundang netizen. Mereka menunjukkan perasaan, kembali lagi menonjolnya perbedaan. Situasi ini nampak terang oleh orang luar tentang Kalimantan Barat.
Saya sebagai penulis pemula tak ingin mencampuri atau menjadi ikut-ikutan tentang perbedaan sudut pandang tersebut. Indah, ramai, berwarna, lucu, mengerikan, luar biasa, susunan abjad yang terlintas melewati pikiran saya ketika membaca komen yang membanjiri dinding Facebook Bung Ben.
Menjadi pengamat bukan tentang memperhatikan saja melainkan mengambil ilmu yang tersembunyi dari kejadian tersebut, atau wawasan baru yang bisa menjadi inspirasi.
Adapun hal yang dapat saya petik adalah : pertama, sebelum menulis pahami apa yang akan ditulis dan sebab akibatnya. Bayangkan, jika mental tak kuat bisa down ketika tulisan dikomentari sedemikian rupa oleh pembaca.
Kedua, harus konsisten dengan tujuan awal menulis, tidak boleh goyah dan terpengaruh oleh pembaca yang sudut pandangnya berbeda dari penulis. Jika benar, kenapa harus takut.
Ketiga, sebagai pembaca, lebih baik memahami dan meresap makna yang disampaikan penulis, baru berkomentar.
Bukankah lebih baik mengulang bacaan tersebut sampai mengerti apa yang dimaksud penulis agar tidak salah kaprah. Jika penulis benar bukankah akan malu sendiri karena telah berkomentar yang tidak-tidak?
Perbedaan yang selama ini kita banggakan menjadi hal indah di mata orang luar, ingat lagi semboyan “Bhinneka tunggal ika”.
Pontianak, 12 Maret 2018