Oleh Ajeng Nur Afifah Pangestuti
Belum lama ini ILBI menggelar acara gawai bahasa ibu dalam memperingati hari bahasa ibu Internasional. Acara digelar di Rumah Melayu Kalbar, di Pontianak.
Bahasa ibu adalah bahasa yang dipelajari seorang anak pertama kali. Ada beberapa kejadian seorang anak tidak dapat mengucapkan bahkan tidak dapat memahami bahasa daerah dari orang tuanya.
Contohnya adalah saya pribadi. Saya yang notabene orang yang asli keturunan Jawa karena ayah dan ibu saya adalah asli suku Jawa yang sering menggunakan bahasa Jawa dalam berkomunikasi, terutama di dalam rumah. Orang tua yang memang asli penduduk pulau Jawa dan tranmigrasi ke Pulau Kalimantan yang masyarakat aslinya memang bukan suku Jawa. Apalagi di daerah saya tinggal –di Kelurahan Kapuas Kanan Hilir Kecamatan Sintang, mayoritas penduduknya adalah Melayu.
Orang-orang suku Jawa di sana juga sering mengunakan bahasa Indonesia dibanding bahasa Jawa, bahasa Jawa biasa hanya digunakan dengan sesama orang tua. Begitu pun dengan orang tua saya. Di dalam rumah keduanya masih menggunakan bahasa Jawa akan tetapi masih diselingi dengan bahasa Indonesia. Dalam lingkungan sekitar dan lingkungan rumah pun bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia.
Banyak teman saya yang mengatakan bahwa logat saya berbicara kental dengan khas logat jawa yang “medok”.
Dalam berkomunikasi sehari-hari saya masih sangat sulit untuk menggunakan bahasa Jawa. Saya masih paham jika ada yang menggunakan bahasa Jawa dalam berkomunikasi dengan saya, tetapi ada beberapa kosa kata yang asing di telinga.
Seperti kejadian saat liburan sekolah beberapa tahun yang lalu, ketika saya ikut pulang ke kampung halaman ibu saya di desa Kasromego, Kecamatan Beduai Sanggau, ada satu kejadian ketika saya salah merespon perkataan dari Bulek saya, “Dahar rumien ndok”. Saya pun bingung apa artinya. Saya berpikir mungkin Bulek saya menyuruh untuk mandi, ketika saya mencari handuk Bulek saya memberi saya piring dan sendok.
Saya baru sadar bahwa arti dari perkataan Bulek saya adalah menyuruh saya untuk makan. Hampir saja saya malu karena tidak mengetahui bahasa Jawa tersebut, bahasa Jawa yang digunakan Bulek saya adalah bahasa Jawa yang halus. Rasa menyesal karena tidak mempelajari bahasa orang tua saya belakangan datang. Beberapa orang tua dalam suku Jawa menganggap bahwa bahasa Jawa digunakan ketika berbicara dengan orang yang lebih tua itu menggambarkan kesopanan. Betapa ruginya saya tidak mengetahui bahasa ibu saya. (*)