Oleh: Novie Anggraeni
Sore yang cerah memang enaknya santai di rumah sambil menikmati angin yang menerpa tubuh. Tampak beberapa anak-anak di Gang Parit Brahima, Desa Wajok Hulu berhambur kegirangan dengan membawa dua buah raket dan cock yang lusuh di tangan mungil mereka.
Dengan tergesa-gesa, mereka menghampiri saya yang duduk di teras rumah. “Kak Eni, maen bulu tangkis yok!” ucap mereka.
Saya pikir tidak ada salahnya, toh sehat juga ‘kan kalau olahraga dengan bermain bulu tangkis.
Wajah mereka begitu bersemangat dan mereka sangat antusias. Adapula peraturan permainan mereka: jika lawan terkena bola atau tidak dapat menangkis bola, namun bola itu sudah mengenai raket maka itu dianggap mati (kalah). Dan skor dihitung 1-0. Apabila sebaliknya terjadi, maka skor dihitung 1-1. Hingga salah satu lawan mendapat 3 skor mati (kalah). Setelah itu, baru diganti dengan pemain yang lain.
Permainan pun dimulai, kini saya harus bermain dengan Nanda. Adik saya Meisya bertugas melihat saya dan Nanda bermain serta menghitung skor yang kami dapatkan. Sudah lama rasanya saya tidak memegang raket ini.
Beberapa kali bola terjatuh karena tak dapat saya jangkau. Begitu pula Nanda, tampak kesulitan menjangkau bola yang saya berikan, namun wajahnya tetap senang dan bersemangat.
“Naahh, Kak Eni mati (kalah) ye.” ucap Meisya.
“Satu kosong.” sambungnya lagi.
Permainan pun berlanjut hingga Nanda harus bergantian dengan Meisya karena dia sudah kalah. Saya keletihan karena anak-anak ini mengoper bola cock dengan jarak yang jauh. Huft. Sungguh melatih kesabaran juga menghadapi mereka.
Di sela-sela permainan kami, anak tetangga di depan rumah nenek pun menghampiri kami dengan membawa 2 raket dan sebuah cock. Tampaknya dia juga ingin ikut bermain bersama kami. Jadilah lapangan ini dipenuhi dengan dua pasang pemain. Dan saya bermain di antara anak-anak ini. Ya, entah kenapa saya memang lebih suka saja bermain dengan mereka.
Suasana heboh bercampur ributnya teriakan anak-anak ini pun memenuhi lapangan. Beberapa orang yang lalu lalang sekilas memandangi kami bermain. Namanya juga anak-anak, kalau sudah asyik bermain, pasti sulit lepas untuk bergantian dengan yang lain.
Setelah dirasa cukup puas, saya pun memilih untuk berhenti bermain dan minta digantikan dengan yang lain. Adik saya Jijah pun yang mendapat kesempatan bermain menggantikan saya pun sangat senang dan antusias turun untuk mulai bermain. Melihat keseruan dan kehebohan mereka saja, yang sesekali dapat mengundang orang lain tertawa.
Wajok Hulu, 28 Januari 2018