Oleh : Khatijah
“Maklum orang rumah sibuk, artiss” ujar Bang Long, mendengar cerocosku melihat debu yang berserakan di teras rumah.
“Iye Bang Long, artis, Tijah aktivis,” sahutku “Ijum ape?”.
Bang Long terdiam sejenak memikirkan aktivitas Ijum. “Kimiais, hahaha,” lanjutnya, mengingat jurusan Ijum.
“Jeli, Bang Long ape ?’ tanyaku.
“Jeliis”. Jawab Bang Long, tawa kami pecah.
Akhir-akhir ini, Jeli selalu saja menjadi buah mulut orang rumah. Seakan makhluk itu telah menjadi bagian dari rumah no 45, apapun yang terjadi seakan semua salah Jeli.
Malam kemarin, Mamang pentol bakso menjadi korban Jeli. Sebenarnya ini cerita yang biasa di telingaku, yang membuat beda ialah aku menjadi tersangka. Sekitar pukul setengah 8 malam, kebetulan teman-teman Bang Long ramai di rumah karena merencanakan mengerjakan salah satu temannya yang sedang berulang tahun.
Rencana mereka sukses, tepung dan telur habis berhamburan di tubuh teman Bang Long, aku yang juga ikut serta memecahkan telur langsung masuk ke rumah tak ambil peduli lagi mencari aman agar tidak kena getahnya. Tak lama terdengar suara klakson pentol kuah, yang memang sudah lumrah kudengar jam segini keliling komplek.
Aku tak mengubrisnya, sembari berjalan ke dapur untuk minum. Tak lama Bang Long menghampiriku.
“Jah, kau passan Mamang Pentol ke?” tanya Bang Long, aku terdiam sejenak mengartikan kalimat Bang Long.
“Manelah ade, Tijah daan keluar-keluar dih”.
“Yoh jinye Mamang, ade perumpan melambai die. Sampai balik agek die nun yo si’an yang mallinye e”. Dengan seketika rumah menjadi ribut lagi, aku mengikuti langkah Bang Long keluar dapur. Teman Bang Long yang lain juga bertanya ke Bang Long, apakah benar aku yang memanggil Mamang pentolnya.
“Bukan die, die daan keluar-keluar e,” jawab Bang Long.
“Hah udah. sape agek !” sahutku.
“Jeeelilah”.
Selesai, masalah Mamang pentol sudah tutup tirai, tidak ada lagi yang perlu dibicarakan.
Pontianak, 8 Maret 2018