Oleh: Ambaryani
Pagi ini, 11 Desember 2017, dermaga Sungai Bulan masih sepi. Motor klotok tak nampak di dermaga.
Saya parkir motor di tepi Dermaga. Menunggu.
Buk Rape’ah yang hampir tiap hari Senin bersamaan nyebrang dengan kami, sudah duluan datang. Agak lama nunggu kali ini. Motor klotok belum kelihatan menuju dermaga Sungai Bulan. Masih di dermaga ujung Jangkang.
Kami ngobrol ini itu dengan Buk Rapeah, Pak Syridi dan beberapa orang yang ada.
Awalnya, hanya tema hujan. Dan alhamdulillah hari ini, cuaca cerah.
Kemudian muncul obrolan, motor klotok karam. Jum’at sore, cuaca Sungai Bulan buruk. Hujan lebat plus angin. Klotok baru beranjak dari dermaga ujung Jangkang. Belum sampai tengah sungai.
Nahkoda, melihat ada yang janggal. Bagian bawah motor penuh air. Nahkoda berusaha menghidupkan pompa air agar bisa menguras air. Tapi usahanya gagal. Mesin air mati.
Air terus masuk, memenuhi klotok. Nahkoda berusaha membawa klotok merapat ke dermaga ujung Jangkang lagi. Tapi, malang tak bisa ditolak, belum sampai tepi dermaga, klotok sudah tenggelam.
Penumpang otomatis melompat dan berenang ke tepi sungai. 12 motor tengelam, walaupun akhirnya bisa diselamatkan.
Hati saya kecut mendengar berita ini. Tiba-tiba jadi panas dingin badan saya, membayangkan kalutnya situasi saat itu.
Ini jadi pekerjaan rumah bagi saya. Saya harus mengejar ketertinggalan. Belajar berenang. Jadi suatu keharusan. Karena sekarang saya tugas di wilayah pesisir sungai. Seminggu 2 kali menyeberang sungai. Harus sedia payung sebelum hujan. (*)