in

Rumah Literasi: Sebuah Cerita untuk Karya Pertamaku

WhatsApp Image 2020 07 11 at 11.54.59


Oleh: Huzaimah Agustini

Berawal dari kewajiban yang harus ditunaikan hingga mampu mengubah persepsi akan sulitnya membuat sebuah tulisan. Cerita ini menjadi awal bagiku dalam menciptakan sebuah karya tulis yang jauh dari kata sempurna. Hanya sebuah keinginan untuk mengabadikan cerita seorang pejuang dari sebuah desa di dekat hutan yang jasanya tak ‘kan pernah bisa kubalaskan. Ialah sosok yang menanamkan pentingnya pendidikan untuk kami para generasi yang jauh dari perkotaan.

Mbah Muqarrab Abidin. Sosok yang menjadi pilihanku untuk mengabadikan setiap episode kehidupannya dalam sebuah karya tulis yang dapat dibaca semua orang untuk mengambil pelajaran dari setiap episode kehidupan yang berhasil ia lalui. Bukan karena keberhasilan yang ia dapatkan saat ini, melainkan perjuangan dan pengorbanan yang telah dilewati. Buku itu diberi judul “Jejak Penjaga Kalam Suci”.

Bagi seorang pemula sepertiku dalam menulis sebuah cerita, rasa putus asa selalu menghantui, kurangnya perbendaharaan kata yang dimiliki dan sulitnya menggabungkan setiap cerita agar mudah dicerna dan dipahami menjadi kendala yang tak bisa dielakkan. Tidak percaya diri dengan setiap kata yang dituliskan berkali-kali harus dirasakan. Jika tanpa pertolongan dari-Nya dan dukungan dari semua pihak, karya tulis ini mungkin hanya akan menjadi dokumen yang tersimpan rapi.

Proses pengumpulan data yang tidak mudah untuk didapatkan menjadi kendala utama dalam proses penulisan buku ini. Desa yang menjadi topik utama dalam tulisan ini tak bisa kugambarkan dengan maksimal karena kondisi yang jauh berbeda dengan keadaan saat itu. Namun, melalui tokoh yang aku wawancarai tentang kehidupan Mbah Muqarrab Abidin dan keadaan kampung yang ditempati, aku mampu memvisualisakan kehidupan dan keadaan kampung tersebut dengan kemampuan yang aku bisa.

Tepat saat aku telah berhasil menulis 7531 kata, pada 10 Mei 2020, perasaan pesimis sangat mendominasi keadaanku saat itu, kata yang tak mampu aku kembangkan lagi menjadi warna dari rasa putus asa itu. Peristiwa dan tanggal-tanggal penting yang aku butuhkan untuk melengkapi tulisanku, tidak ditemukan keberadaannya. Satu-satunya orang yang menyimpan catatan itu hanya anak kedua Mbah Muqarrab Abidin, Kak Ngah Musyrifah, dan ketika aku menanyakan lembaran-lembaran itu, ia lupa di mana kertas-kertas itu tersimpan. Saat itulah aku ingin mencukupkan cerita yang telah kutulis, harapan untuk menjadikan cerita Mbah Muqarrab dalam sebuah buku pun sirna. Namun dengan kuasa-Nya, Allah memberikan pertolongan. Berselang 2 pekan setelahnya, kabar bahagia aku dapatkan. Kak Ngah Musyrifah menemukan lembaran-lembaran yang berisikan tanggal dan peristiwa penting Mbah Muqarrab Abidin. Seperti mendapatkan energi baru mendengar kabar tersebut, perasaan buntu yang awalnya kurasakan, perlahan mulai bisa kuurai.

Dokumen yang beberapa pekan tidak disentuh mulai kubuka kembali. Setiap cerita yang telah ditulis kubaca ulang agar sama dengan peristiwa yang ada di lembaran-lembaran itu. Alhamdulillah, tulisanku mulai mengalami perkembangan walaupun sedikit. Setiap hari dalam sepekan, yang aku ingat hanyalah hari Jumat karena hari itu merupakan jadwal pengumpulan laporan perkembangan dari setiap cerita yang telah ditulis. Hingga tak terasa, pekan demi pekan berlalu, tibalah pekan ke-14, jumlah kata yang berhasil kutulis mencapai 9.312 kata, masih kurang 5.000 kata untuk mencapai 14.000 jumlah kata yang telah ditetapkan untuk menjadi sebuah buku. “Langitan doa, luaskan usaha”. Kata-kata itu yang ada di dalam benakku ketika semakin dekat dengan pekan terakhir Rumah Literasi, pekan ke 16. “Berdoa, berdoa, berdoa, minta sama Allah agar semuanya dimudahkan dan semoga karya ini barokah,” monologku setiap rasa putus asa mencoba mengusik tekadku saat itu. “Sesuatu yang telah dimulai, harus dituntaskan”, beberapa kata yang aku ucapkan untuk meyakinkan bahwa aku mampu menyelesaikan tulisan pertamaku. Dengan tekad ingin menuntaskan cerita yang telah ditulis, aku mencoba mendatangi salah seorang teman untuk meminta saran dan masukan dari cerita-cerita yang telah berhasil aku rangkai. Dan masya Allah, lagi-lagi Allah memberikan pertolongan, jumlah kata yang berhasil aku tulis mengalami kemajuan yang sangat pesat, dalam satu pekan tulisanku mencapai jumlah kata yang telah ditetapkan. Pekan ke- 15 tulisan itu berhasil kutuntaskan.

Hanya takbir dan tahmid yang mampu kuucapkan ketika karya pertamaku telah dicetak. Semua karena pertolongan dari Allah yang telah memudahkan setiap kata yang terangkai hingga tercipta menjadi karya. Semoga buku ini bisa menjadi sumbangsih bacaan dalam memaknai setiap episode kehidupan. (Peserta Rumah Literasi, FUAD IAIN Pontianak)

Kubu Raya, 10 Juli 2020
00.10 dini hari.

Written by teraju.id

WhatsApp Image 2020 07 11 at 11.46.17

Rumah Literasi: SEBUAH CERITA UNTUK KARYA PERTAMA

WhatsApp Image 2020 07 11 at 12.07.26 1

Bimbingan Menulis Buku Pertama di Kelas Rumah Literasi FUAD IAIN Pontianak