Oleh: Ayu Novita
Sejak 2019 lalu, para menteri di kabinet baru mulai bekerja. Nadiem Makarim, mantan CEO Gojek Indonesia yang ditunjuk oleh Presiden Joko Widodo untuk duduk di kursi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Nadiem Makarim hadir dengan program kerja Merdeka Belajar yang meliputi Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), Penghapusan Ujian Nasional (UN), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi.
Nadiem mengatakan USBN adalah suatu program yang hanya diselenggarakan oleh pihak sekolah saja. Ujian yang dilakukan bertujuan untuk menilai kompetensi siswa dan dapat dilakukan secara tes tertulis atau penilaian komprehensif seperti portofolio dan penugasan.
Kemudian, penghapusan UN di tahun 2021, yang mana di tahun 2021 dalam penyelenggaraannya akan diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Suveri Karakter yang terdiri dari kemampuan bernalar menggunakan bahasa dan numerik. Dalam pelaksanaannya, Ujian tersebut akan dilakukan pada siswa yang duduk di kelas 4 SD, 8 SMP, dan 11 SMA. Dan hasilnya, akan digunakan menjadi basis seleksi siswa ke jenjang yang selanjutnya.
Dari dua hal di atas, tidak sedikit orang yang pro dan kontra tentunya. USBN sendiri dengan sangat terpaksa sudah diberlakukan di tengah pandemi COVID-19. Menurut Fadhil Mahdi, Duta Baca Kalimantan Barat 2016, melaksanakan USBN di tahun 2020 dirasakan sangat pas dilakukan mengingat adanya momentum yang tercipta akibat pandemi ini.
“Mengapa saya katakan momentum, karena terpenuhinya dua unsur momentum. Yaitu kesiapan dan kesempatan. Secara kesiapan konsep dan payung hukum, KEMENDIKBUD tentunya sudah siap meniadakan UN dan menggantinya dengan mekanisme baru. Yang artinya, unsur kesiapan terpenuhi. Dan unsur kesempatan juga terpenuhi, mengingat adanya himbauan Physical Distancing atau PSBB yang terpaksa merumahkan seluruh kegiatan belajar mengajar. Dan menunda UN sampai tanggal yang kita tidak tahu sampai kapan.” Jelas Fadhil melalui percakapan online (7/4).
Fadhil juga mengatakan bahwa Indonesia sebenarnya sudah lebih siap melaksanakan USBN 2020, mengingat di tahun sebelumnya diberlakukan 3 sistem Ujian, yaitu Ujian Sekolah, Ujian Praktik, dan Ujian Nasional, sehingga kerja guru jauh lebih ringan. Hanya saja yang menjadi kendala adalah bagaimana melaksanakan USBN tanpa harus berkumpul atau bertatap muka secara langsung.
Lalu menanggapi penghapusan UN 2021, Fadhil selaku orang yang sudah lama berkecimpung di dunia literasi mengatakan bahwa ini adalah suatu esensi yang sebetulnya dicari oleh KEMENDIKBUD selama ini. “Saya sangat setuju dengan kebijakan MENDIKBUD yang akan menghapus UN dan diganti dengan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter. Karena menurut saya inilah esensi yang sebetulnya dicari oleh KEMENDIKBUD selama ini. Yaitu mengecek standar kualitas pelajar secara nasional yang dirasa lebih riil dan jujur sehingga tepat buat acuan kebijakan pembelajaran ke depan.”
Pernyataan ini seolah mengamini statement Sabda PS dalam perbincangan dengan Cania Citta pada kanal Youtube, Geolive. “…kebanyakan orang yang dari non-pendidikan, ketika ngomongin pendidikan fokus pada apa yang diajarin. Sebenarnya, first thing first, biasanya para pendidik, bukan apa yang diajarin, tapi asesmennya yang bagaimana. Asesmen bukan cuman tes TOEFL dan sebagainya. Lebih luas, intinya memastikan seseorang memiliki skill tertentu.” Hanya saja, banyak pendapat juga yang mengatakan apakah dengan waktu singkat Indonesia siap menerapkan penghapusan UN dan menggantinya dengan Asesmen Kompetensi Minimum mengingat SDM tenaga pengajar di daerah yang masih kurang.
Fadhil menambahkan bahwa setiap kebijakan yang diputuskan tentunya akan ada kekurangannya. Artinya, ini yang akan menjadi evaluasi di tahun berikutnya. Dan tentu dapat diminimalisir agar tidak terulang pada pelaksanaan berikutnya.
Secara teori, dua kebijakan ini mudah dipahami dan dianggap menjadi angin segar, mengingat akan mengurangi beberapa aktifitas para tenaga pendidik. Nadiem Makarim menciptakan program kerja Merdeka Belajar tentu bukan untuk para siswa saja, tapi untuk para guru. Artinya, pekerjaan jauh lebih ringan dengan adanya dua kebijakan yang sudah dibahas secara singkat tadi.
Berbicara tentang kesiapan dan bagaimanapun bentuk sistem pendidikan baru, tentu akan banyak pihak yang dilibatkan di sini. Setiap pihak yang ada di dalamnya, harus saling mengikat agar sistem pendidikan yang diterapkan, penerapannya tidak mudah goyah. Pemerintah harus menciptakan payung hukum dan konsep yang jelas. Guru-guru mendapatkan sosialisasi dengan baik sehingga pengaplikasian di lapangan tidak akan carut-marut. Dan orang tua murid yang juga harus memperkuat perannya menjadi pembimbing proses belajar di rumah serta menjadi pengawas apabila sistem pendidikan tidak berjalan sebagaimana mestinya. *