Oleh: Yusriadi
Keharuan sangat kentara pada acara reuni dan silaturrahmi alumni Madrasah Tsanawiyah –Madrasah Aliyah Jongkong, Sabtu (27/6/2020) malam. Guru sekolah itu, Pak Jayadi Idris dan H. Baiduri, anak Ustadz Haji Ahmad, pendiri sekolah di Jongkong itu, menumpahkan air mata haru.
Acara yang dilaksanakan dengan tajuk “Peroba’ sama Diri’” dipandu oleh Dr. Ibrahim, alumni MA yang kini menjadi Kepala Pusat Audit Mutu Internal (AMI) IAIN Pontianak.
Setelah pembukaan, acara diisi dengan kata sambutan Kepala MAN Jongkong, H. Sutardi, S.Ag,, Kepala MTSN Jongkong Nur Asikin, M.Met, Guru Senior Jayadi Idris. Kemudian para alumni menyampaikan testimoni. Drs. Syahpudin angkatan MA pertama yang kini menjadi pengajar di Collage Jakarta, Dr. Hermansyah, Dosen IAIN Pontianak, mantan Warek 3 IAIN Pontianak, Abdullah Sani, MM, Asisten III Sekda Kapuas Hulu, setelah itu Saya dan Khusairy Husman, M.Si., Sekretaris KH, serta H. Baiduri, S.Pd.I, anak pendiri MTs –MA Jongkong.
Saat diberikan kesempatan menyampaikan kesan dan pesannya, Pak Jayadi memulai dengan memberikan apresiasi terhadap reuni dan menyapa beberapa orang yang hadir. Beberapa nama sempat disebutkan.
Kemudian beliau mengungkapkan kesannya terhadap murid beliau. Ada kebanggaan karena muridnya telah belajar hingga pendidikan tinggi. Padahal sekolah di Jongkong itu terbatas, dalam semua hal. Alumni kini, masih mengingat para guru dan berterima kasih atas apa yang mereka terima-berikan.
Hingga sampailah beliau pada cerita terharu ketika bertemu dengan Ibrahim, muridnya yang kini menjadi dosen di IAIN Pontianak. Kala itu Ibrahim mengingatkan kembali soal diktat beliau. “Saya sangat berkesan dengan Ibrahim. Saat bertemu, dia mengatakan, Pak kitab yang bapak bikin, masih hapal seluruh isi. Hati saya… bangga….”
Pak Jayadi terisak. Beberapa saat keharuan menyeruak.
Saya teringat, dahulu saat beliau mengajar. Diktat itu berisi kumpulan bahan-bahan ayat Alquran dan Hadits yang disiapkan untuk mendukung proses belajar mengajar agar memudahkan siswa. Siswa wajib menghapal bahan tersebut, dan disetorkan setiap minggu.
Setelah itu, suasana kembali sedia kala. Sapa peroba’ dan kenangan awal pendirian diungkapkan oleh Wa Syahpudin. Beliau lebih memilih sekolah di MA Jongkong sebagai murid pertama, dibandingkan melanjutkan sekolah di SPG Putussibau—sekalipun sudah diterima saat mendaftar.
Pak Sani membicarakan tentang pengembangan sekolah dan peran alumni. Begitu juga dengan Dr. Hermansyah. Giliran saya tiba. Saya bicara singkat tentang pengalaman dahulu dan yang akan datang. Bang Khusyairi pun demikian. Beliau mengingatkan para alumni agar mewadahi diri dan berperan lebih banyak.
Setelah pemutaran foto para pendiri, H. Baiduri menjadi penutup reuni. Beliau memberikan apresiasi dan menyapa semua. Setelah itu, diceritakan tentang sejarah pendirian sekolah dan harapan-harapannya. Banyak hal baru yang beliau sampaikan. Sebagai anak yang dekat dengan ayahnya, banyak informasi diketahuinya dan malam itu dibagikan kepada para alumni.
Hingga kemudian cerita sampai pada alih status MTS menjadi MTSN Jongkong. Rupanya, keputusan itu diambil dengan berat, menimbang banyak aspek, terutama untuk kelangsungan penyelenggaraan pendidikan.
H. Baiduri menangis mengenang betapa berat ayahnda menimbang jasa-jasa pendiri dan amanat di satu sisi, saat alih status MA.
“Saat itu saya sampaikan peluang alih status Aliyah menjadi negeri. Begitu saya sampaikan seperti itu, Beliau menangis. Ketika saya sampaikan seperti itu… jarang saya melihat beliau menangis. Tak lama, saya melihat beliau meneteskan air mata,” cerita H. Baiduri.
“Kata beliau, Bai, kalau saya masih kuat, kalau saya masih sehat, kalau saya masih muda. Tidak akan saya lepaskan Aliyah ini. Saya masih sanggup memperjuangkannya. Saya masih sanggup membinanya”.
“Kini, saya sudah tidak punya tenaga. Tidak punya kekuatan. Ini saya serahkan kepada kalian”.
“Cuma yang saya minta, tolong madrasah (Ibtidaiyah) yang masih ada kalian bina. Kalau masih ada, jangan kalian tinggalkan. Karena itu perjuangan dari ayi-ayi kalian. Saya pesankan kalian, seluruh masyarakat, Jongkong, Embau, Pengkadan. Sekolah ini keringat seluruh masyarakat yang ada”.
Kata H. Baiduri, lama dia tidak bisa mengungkapkan kata-kata. “Kalimat itulah yang sampaikan hari ini, masih selalu menghantui saya. Sementara saya masih muda, masih kuat, tidak mampu membangun…”
Mendengar cerita H. Baiduri saat itu, di depan saya seakan tergambar wajah Ustadz Haji yang kharismatik. Wajah tipis dan sederhana. Sosok yang dahulu disegani murid-muridnya. Sosok yang telah sangat berjasa untuk pengembangan pendidikan dan Islam di Kapuas Hulu.
H. Baiduri juga mengungkapkan pesan-pesan almarhum padanya untuk mendekat para alumni, murid-murid yang awal. Beliau berharap silaturrahmi para alumni terjaga.
Seketika saya merasa lega, setelah sesak. Malam ini, reuni ini, sebuah mpokat kecil membuahkan hasil. Reuni dapat dilaksanakan dan mengesankan. Meskipun tajuknya “peroba’”, dan pelepasan rindu sudah dilaksanakan, tetapi, banyak hal baik bisa diperoleh setelah reuni virtual itu. Satu dari pesan Ustadz Haji tentang silaturrahmi, kami laksanakan. (*)