Oleh: Yusriadi
Saya merasa sangat senang melihat orang-orang di sekitar saya berkarya. Saya senang melihat semangat menulis dan menghasilkan buku masih terus tumbuh. Karya-karya mereka kini mewarnai jagad literasi Kalbar.
Mbak Ambaryani misalnya, dalam waktu dekat ini, memproduksi setidaknya tiga buku. Satu buku pribadi: Pesona Kubu, satu buku bersama saya: Cinta Pribumi, satu buku bersama teman lamanya di Warta STAIN Pontianak: Jejak Langkah di Borneo.
Khatijah, kemarin juga launching buku novel: Wanita Sastraku. Sebelumnya juga beberap buku telah diterbitkan.
Mita Khairani tampil dengan buku Dari Pontianak ke Tanggerang. Sebelumnya dia telah menulis buku Hulu Pengkadan, dan beberapa buku lainnya.
Itu dalam bentuk buku. Dalam bentuk esai singkat, selain tiga nama itu, ada Novie Anggraeni dan Saripaini. Tulisan mereka ikut meramaikan warna informasi di media online ini, teraju.id. Dan, bisa dibaca banyak orang.
Tentu, apa yang mereka hasilkan belumlah sehebat Tere Liye atau Emha Ainun Nadjib, ataupun sastrawan Kalbar. Kekurangan masih dirasakan.
Tetapi, saya tetap menganggap karya mereka dan mereka hebat. Untuk ukuran orang yang baru berproses, karya mereka sebenarnya dapat masuk kategori luar biasa.
Luar biasa karena mereka sebelum ini tidak tumbuh di ladang literasi. Di kampung, di tempat mereka buku terbatas, orang yang bicara tentang tulis menulis juga terbatas. Di kampung Mbak Ambaryani, 20 tahun lalu, saat dia membesar, listrik hanya genset yang menyala sejam dua.. Buku bacaan, langka. Guru juga kurang. Latihan menulis? jangan ditanya. Orang tuanya, petani yang tidak terbiasa dan tidak terkait dengan buku. Kawan-kawannya, yang kemudian lanjut pendidikan, dapat dihitung dengan telunjuk.
Jadi di tengah situasi ini dia tumbuh. Hingga kemudian bersekolah di Pontianak, barulah sedikit mendalami bidang kepenulisan ini.
Di lingkungan kerja sekarang budaya ini sebenarnya juga terbatas. Kesibukan kerja, plus mengurus keluarga sesungguhnya hambatan lain yang banyak menggugurkan orang lain.
Khatijah, Mita, Novie dan Saripaini, sebenarnya sama. Mereka tumbuh berbeda dibandingkan teman yang lain. Tidak larut dalam dunia yang umum merupakan bentuk keluarbiasaan itu.
Kini semangat berkarya mereka terlihat. Saya menaruh harapan, semangat itu tidak pudar, agar karya mereka terus lahir. Kelak, tidak diragukan lagi karya besar, setidaknya dalam jumlah besar, bisa publik disaksikan publik Kalbar. (*)