in

Sekolah di Daerah Terpencil

IMG 20180328 182338 732

Oleh: Yusriadi

Pukul 12.45. Terik matahari menyengat kulit. Beberapa kelompok siswa SMPN di Dabong, sebuah kampung terpencil di pantai barat Pulau Borneo, berjalan kaki, pulang dari sekolah. Mereka baru selesai mengikuti kegiatan kampanye menulis yang dilaksanakan Bagian Kesos Kantor Camat Kubu. Saya diminta menjadi narasumber kegiatan untuk membangkitkan motivasi belajar itu.
Kiri kanan jalan SMPN Dabong – Trans di beberapa titik tidak ada pohon rindang yang dapat melindungi pelintas atau menghalang sengatan panas matahari. Satu-satunya pelindung hanya kerudung atau tutup kepala yang dipakai semua siswi.

Meski demikian siswa nampak akur dengan situasi itu. Panas tidak masalah bagi mereka. Keringat dan baju basah tidak mengganggu. Dari jauh saya dapat melihat mereka berjalan sambil ngobrol dan bercanda.

Ketika kami yang menggunakan motor melintasi mereka siang itu, mereka memberi jalan dan menebar senyum.
Perjalanan pulang (dan pergi) sekolah seperti ini mengingatkan saya pada hal yang umum di kampung. Saya juga pernah mengalaminya sewaktu SD kelas 1 sekitar akhir 1970. Saat masih tinggal di mmarung Sebugau. (Mmarung adalah sebutan untuk kelompok beberapa rumah di bekas ladang).

Masa itu rumah sekolah jauh dari rumah. Kendaraan seperti sepeda dan sepeda motor belum ada. Jalan juga masih jalan setapak, becek, turun naik tak teratur, banyak urat kayu. Kadang kala celana atau baju terciprak lumpur. Malah, saya cukup sering jatuh terjerembab karena jalannya lincin. Celana bagian pantat kotor dan basah.

Kalau bentuk kaki dan kuku kaki, jangan dilihat lagi. Pasti hitam berlumpur, dan di sana sini ada sisa getah karet menempel hitam. Sesekali betis terkena sembatan ranting guru saat pemeriksaan kuku di hari Jumat.

Justru itu, sekolah menjadi lebih menarik dan menyenangkan. Membuat sekolah penuh warna. Hal itu memberi kesan sampai hari ini. Kisahnya terasa selalu penting diceritakan.

Puluhan tahun sudah berlalu. Di kampung nun di sana –entah, mungkin pemandangan itu tak terlihat lagi. Mmarung kami di Sebugau sudah tak ada.

Rupanya, di beberapa tempat suasana begitu masih ada. Sekolah masih jauh, jalan menuju sekolah masih susah, siswa bergerombolan ke sekolah.

Semoga semangat mereka belajar tetap tinggi, dan terpelihara. Semoga kelak mereka menjadi teraju pembangunan daerah ini. (*)

Written by Yusriadi

Redaktur pada media online teraju.id dan dosen IAIN Pontianak. Direktur Rumah Literasi FUAD IAIN Pontianak. Lulusan Program Doktoral ATMA Universiti Kebangsaan Malaysia, pada bidang etnolinguistik.

WhatsApp Image 2018 03 27 at 11.29.18

Jalan Sawit

IMG 20180328 182411 022

Anak Magang