By: Anshari Dimyati
Ketua Yayasan Sultan Hamid II
12 Agustus 2020 lalu, saya atas nama Yayasan Sultan Hamid II membuat Surat resmi yang ditujukan secara khusus kepada Presiden Republik Indonesia (RI) Bapak Ir. H. Joko Widodo di Jakarta. Alhamdulillah, surat tersebut kemudian hari diterima dan diregistrasi secara administratif di Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) RI pada 26 Agustus 2020.
Surat yang kami buat itu, selain bertujuan untuk menghadap dan beraudiensi langsung kepada Bapak Presiden RI, juga untuk menerangkan secara rinci soal pengusulan calon Pahlawan Nasional atas nama Sultan Hamid II, dari Pontianak – Kalimantan Barat. Setidaknya, delapan halaman surat yang saya tulis dan tandatangani itu, beserta 17 point keterangan penting, kami harapkan akan memantik Pemimpin Negara kita agar membaca secara seksama dan dengan atensi yang serius pula.
Kami memiliki pretensi soal ini. Soal Sultan Hamid II dan peranannya sebagai Perancang Lambang Negara RI Garuda Pancasila, tak bisa dibiarkan diam-hilang bunyi oleh petinggi negeri.
Kita tau bagaimana “brisik”nya ILC membahas soal Puan, Minang & Pancasila, Ciracas, Kebakaran Kejagung RI, atau Sunda Empire. Mengapa soal Sultan Hamid II tak berani dibahas dan dibuka untuk dikonsumsi publik? Kami siap bicara lantang kalau diundang! Masih banyak lainnya yang belum berani bersuara pula seperti Mata Najwa, atau barangkali Andi F. Noya?
Namun tak patah arang, kami, walaupun tak ikut serta di meja panjang. Pontianak – Kalimantan Barat punya suara di banyak media. Pers hari ini bukan cuma punya Jakarta, tapi seluruh penduduk dunia mayantara.
Soal pengusulan calon Pahlawan Nasional oleh Dewan Gelar dan TP2GP kami anggap, perlu kembali dievaluasi. Kesalahan fatal ditulis oleh Kemensos RI atas hasil sidang TP2GP, soal hubungan Sultan Hamid II dan Westerling. Mereka jelas memang pernah berkomunikasi, tapi tak selalu sejalan berjalan.
Kami berhasil membuktikan!
Dan kemudian Putusan Mahkamah Agung tahun 1953 terhadap Dakwaan Primer atas tuduhan keterlibatan Sultan Hamid II sebagai “dalang” pemberontakan APRA di Bandung 23 Januari 1950, tidak terbukti. Lihat hasil putusannya! Bukan menggunakan sentimen atau subyektifitas penilaian sejarah.
Artinya nama baik Sultan Hamid II harus kita Rehabilitasi dengan segera! Baik oleh Pemerintah pusat (secara institusional), atau secara khusus oleh Presiden Republik Indonesia. Kita, generasi muda di Indonesia, berkepentingan untuk meloloskan rekonsiliasi bangsa dan rekonstruksi sejarah negara ini. Kalau tidak, semakin banyak pendukung Sultan Hamid II di Pontianak, Kalimantan Barat, maupun masyarakat secara umum di Indonesia akan tersinggung atas sikap subyektif Pemerintah pada saat ini. Itu fakta!
Akhirnya, sudah sepatutnya Presiden RI, menjalankan fungsinya sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan untuk meresolusi keadaan ini semua. Kalimantan Barat hari ini bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dan hari ini, Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Tingkat Daerah (TP2GD) merekomendasikan Sultan Hamid II sebagai pahlawan nasional. Bukankah TP2GD juga merupakan perpanjangan tangan dari Jakarta (baca: Pusat)?
Maka dari itu, urgensi kami untuk berjumpa Presiden RI Bapak Ir. H. Joko Widodo dalam waktu dekat, agar segera pula terealisasi. Semoga!
Kami terus berupaya agar simpul perjuangan ini menorehkan catatan perjalanan yang baik dan positif. Agar kita semua, memahami arti penting nama baik seorang manusia. Apalagi nama baik Bapak Bangsa kita, salah seorang pejuang dan pendiri bangsa dan negara kita. Sang pemersatu bangsa kita. Sang Perancang Lambang Negara kita, Garuda Pancasila, Sultan Hamid II.
Pontianak, 10.09.2020. (AD)