Mengapa namanya teraju? Apa arti teraju? Apa alasan memilih nama teraju sebagai nama media online yang berpusat di Kota Pontianak ini? Demikian pertanyaan datang bertubi-tubi dari rekan sejawat, kawan dekat, maupun kolega yang memandang penting kehadiran media yang tugasnya tidak hanya menyajikan informasi, tetapi juga edukasi sekaligus sebagai lembaga kontrol sosial yang kuat.
Ada banyak alasan kami memilih nama teraju dibandingkan sejumlah nama lainnya yang tak kalah eksotis. Pertama, teraju dikenal luas dalam penutur bahasa di Kota Pontianak pada khususnya dan Kalbar pada umumnya. Teraju adalah tali yang diikatkan pada bagian atas dan bawah rautan bambu untuk permainan kelayang dimana tali tersebut “seimbang”. Dengan demikian kelayang dapat tenjak dan dimainkan dengan baik di angkasa.
Keseimbangan adalah aspek penting dalam kehidupan laksana neraca, laksana langgam keadilan. Kearifan lokal etnik di Kalbar pun menekankan aspek keseimbangan atau keadilan ini. Lihat etnik Dayak menyebutkan, “Adil ka’talino”. Begitupula Melayu menyebutkan bahwa “Raja adil – raja disembah — Raja lalim – raja disanggah”. Di dalam ilmu jurnalistik keadilan adalah salah satu nilai “fairness” yang sangat penting sehingga dalam teori kepenulisannya dikenal istilah peliputan berimbang alias “cover bothside”. Teraju jadi acuan. Neraca jadi kesetimbangan. Keadilan jadi cakrawala di angkasa yang menjadi idealita. Kepada arti nama ini kami berkhidmat diri maupun profesi.
Kamus Umum Bahasa Indonesia ternyata memuat kata teraju ini. Selain yang sudah dijelaskan tersebut di atas, bahwa teraju mengacu kepada tali keseimbangan pada permainan kelayang, dia juga tali atau rantai yang mengikat secara seimbang lampu yang digantungkan. Lampu adalah penerang. Penerang adalah “enlighten”. Simbol cahaya yang melawan kegelapan. Berarti pula media ini menyajikan informasi yang terang benderang sekaligus melawan isu, syakwasangka, prasangka, bahkan fitnah.
Lebih jauh daripada itu kalau dalam jurnalisme setiap berita dan informasi adalah merupakan rekonstruksi peristiwa, maka teraju dalam kamus umum bahasa Indonesia juga disebut sebagai tali penarik kemah. Kemah tak akan berdiri tanpa tarikan tali secara seimbang. Nah, kesemua ini adalah arti yang bersesuaian dengan kaidah-kaidah jurnalisme.
Terakhir di dalam kamus besar bahasa Indonesia teraju juga berarti pemegang kekuasaan. Dicontohkan dengan kalimat, “….pemegang tali teraju kekuasaan di ….”. Dan memang pers (termasuk media online) berfungsi sebagai watch dog–anjing penjaga–terhadap semua elemen kekuasaan. Kita mengenal power sharing kekuasaan itu ada tiga: eksekutif, legislatif dan yudikatif (trias politica). Pers termasuk kami, bekerja memantau kekuasaan agar tidak disalahgunakan. Di sini kami beerja untuk menyebar informasi secara terang benderang dan adil atau berimbang sekaligus merawat demokrasi. Demokrasi yang digaris bawahi oleh lambang negara elang rajawali garuda Pancasila, yakni seloka Bhinneka Tunggal Ika.
Oke, itu eksplanasi secara simbolik. Kami juga ingin menjelaskan ikon J yang berpayungkan sinyal yang mendunia. J adalah jurnalisme yang kami usung itu jujur, jernih, jenius, namun jenaka pun bisa. Semoga dengan ikon J, teraju terus melaju, tenjak dan terus terang teraju tenjak terus. Ibarat kelayang di angkasa, ia gagah di tengah cakrawala sekaligus memantau segenap peristiwa yang terjadi di atas persada Bumi Khatulistiwa.
Kami peluncuran perdana (softlaunching) pada tanggal 16/8/16. Ini adalah angka yang baik dan maknawiah. Ia berpasang-pasangan. 16/8/16. Dilaunching pada pukul 8 malam pula. 8+8 sama dengan 16. Bulan 8 kita kenal di Indonesia sebagai bulan kemerdekaan. Pers mengusung kemerdekaan berpikir, berpendapat dan berekspresi. Ini ruh daripada demokrasi.
Kami juga punya tagline yang filosofis 4+4 = 8 yakni kata dan kita. Oleh karena itu kami padukan dalam satu tagline atau motto alias semboyan sebagai Kata Satukan Kita. Words Unite Us!
Si Burung Merak, Wahyu Sulaiman Rendra dengan kalimat puitis berseru indah, “Kesadaran adalah matahari//Kesadaran adalah bumi//Keberanian menjadi cakrawala//Dan perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata//. Nah, kata menyatukan kita. Karena kata-kata kita menuntut penjuangan dari kita semua. Kita sebagai kita yang kolektif kolegial. Bukan ana, aku, saya, individualistik, dan ananiah. Ego sektoral itu kita singkirkan. Yang ada adalah kita. Yang bersemi adalah kebersamaan–kegotongroyongan. Inilah falsafah hidup Indonesia yang eksis sejak zaman purba, jauh masa sejak dahulu kala sampai kini kita nikmat hidup di alam merdeka!