teraju.id, Pontianak – Ikatan Alumni Universitas Tanjungpura (Ika-Untan) di bawah kepemimpinan H Sutarmidji, SH, M.Hum melakukan kunjungan silaturahmi Idul Fitri ke kediaman Rektor, Prof Dr H Thamrin Usman, DEA, Rabu, 5/7/17 malam. Ketua-ketua bidang dalam kepengurusan Ika Untan turut serta.
Pengurus berkumpul di kediaman rumah dinas Walikota Pontianak pada pukul 19.15 dan berangkat bersama-sama seusai shalat Isya. Dari rumah dinas, pejabat Walikota yang terpilih menjadi Ketua Ika-Untan menggantikan alumni Fakultas Pertanian (legislator NasDem, Ir H Luthfi A Hadi) berparade menuju Kompleks Royal Paris Residence. Jarak dari Jalan Abdurrahman Saleh ke Jalan Parit Haji Husin II tidaklah jauh. Hanya dalam waktu 10 menit, rombongan telah tiba dan diterima langsung oleh rektor bersama istri.
Rombongan dipersilahkan duduk di ruang tamu utama sambil menikmati kue lebaran serta menu daging kambing yang legit. Selain menikmati hidangan, pembicaraan santai pun berjalan hangat diliputi kisah-kisah jenaka yang tak jarang meledakkan tawa.
Kehangatan silaturahmi ini sudah dimulai sejak penyampaian rencana kunjungan Ika Untan di kediaman rektor. Sang Rektor menyambut dengan tangan terbuka. “Silahkan. Mau kami sediakan apa?” Begitu pernyataan mantan Dekan Fakultas-MIPA yang terpilih menjadi rektor dua periode ini.
Belum lagi pengurus Ika Untan menjawab, sang rektor yang pakar kimia ini buru-buru menambahkan, bahwa dia akan menyiapkan “narkoba”, yakni singkatan dari: nagasari, keroket, dan belodar. Maka tak pelak lagi tawa pun menyeringai karena tidak mungkin rektor menyuguhkan narkoba yang memabokkan.
Tak kalah seru bumbu tawa selama bersilaturahmi ini, Walikota yang duduk didampingi Sekjen Ika, Firdaus Zarin bercerita soal dinamika pembangunan Kota Pontianak. Dimulai dengan polemik di sejumlah masjid sebagai pusat ibadah dan muamalah umat Islam.
“Ada masjid yang pengurusnya berbeda pendapat sangat keras. Memilih ketua masjid sampai voting,” ungkap Firdaus Zarin. “Saya tak akan datang kalau diundang dimana masjid tersebut para pengurusnya bertikai,” sambung Walikota. Dia mau pengurus masjid rukun dan mengedepankan musyawarah sebagaimana ajaran Islam yang rahmatan lil’alamiin.
“Selain voting, ada juga pengurus masjid yang saling jegal dengan cara membuat tata tertib, bahwa yang bisa menjadi ketua harus yang fasih ketika menjadi imam. Maka kandidat yang tidak bisa menjadi imam akan tersingkir,” lanjut Firdaus yang disambut gelak tawa hadirin karena model partai politik telah diserap sampai masuk ke struktur pengurus masjid. Dan selama ini biasanya seluruh masjid menempatkan musyawarah maupun mufakat serta berujung aklamasi.
Bicara soal masjid di Kota Pontianak, Walikota telah menggalakkan rehabilitasi dari bangunan tua ke masjid baru yang lebih mantap dan luas. Begitupula soal kiblat. “Ini kesempatan memperbaiki arah kiblat karena ada pergeseran,” ungkap Sutarmidji seraya menambahkan bahwa dari 300-an masjid di Kota Pontianak, lebih dari sepertiga telah direhabilitasi di masa kepemimpinannya. Tidak terhitung panjang dan luas jalan, rehabilitasi pasar, puskesmas, rumah sakit, sekolah, sampai penerapan Teknologi Informasi di mana Bandung-Jawa Barat pun studi banding ke Kota Pontianak.
Proses rehabilitasi masjid itu kata Sutarmidji tidak mudah. Selain soal dana yang besar, juga soal pengurus yang berselisih paham. Tak sedikit dinamika di dalamnya. Termasuk kisah menggelikan dimana seorang ahli waris meminta proses pembongkaran distop dengan alasan, di mana amal jariyah kakeknya akan disimpan kalau masjid telah dibongkar? Memang pertanyaan yang sangat aneh…
Ketika mendengar proses pembongkaran distop tersebut, Walikota turun ke lapangan dan bertanya kepada ahli waris,”Silahkan hitung amal jariyah yang akan masuk, berapa jumlahnya. Juga hitung berapa dosa orang yang membongkar, baru akan saya sebut siapa yang akan bertanggungjawab atas pembongkaran ini,” ungkap Walikota.
Sang ahli waris tak bisa menjawab, dan pulang ke rumah seraya marah-marah. Maka Sang Walikota pun memberikan komando, “Teruskan pembongkaran,” kenangnya sambil menyebutkan rehabilitasi masjid dimaksud telah selesai 100 persen.
Hal-hal “pusing” mengurus kota, lanjut Sutarmidji tak jarang membuatnya perlu hiburan. Salah seorang yang bisa menghibur itu bekerja di DPRD Kota. Namanya Edi karena berprilaku “bujur-arus”. Edi sangat bersahabat dengan Sutarmidji. Bahkan jika ada agenda rapat di DPRD dia tak segan mengirim pesan singkat kepada Walikota. “Sudah sampai di mana Pak?” Lalu dijawab, “OTW”.
Masygulnya Edi tak tahu bahwa singkatan OTW adalah “on the way” yang berarti sedang di jalan. Maka Edi bertanya kepada anggota Dewan, “Apa itu OTW?”
Firdaus Zarin yang kebetulan ditanya memberikan jawaban, “OTW itu berarti Otak Meddam,” maka Firdaus pun cekikikan. Tapi Edi malah balik bertanya, “Kalau Otak Meddam kok bukan OTM ini OTW?”
Yang jelas lanjut Firdaus, Edi ini tipikal “orang bujur arus yang baik hati.” Lambat laun Edi mengerti arti OTW. Edi sangat bangga jika Walikota menjawabnya dengan OTW. Bahkan jika ring tone ponselnya berbunyi, maka tak segan ditunjukkannya kepada para anggota Dewan, “Nih sedang OTW,” kabarnya. Maka para anggota Dewan pun tertawa dan terhibur dengan ulahnya. Begitupula dengan Walikota. “Kalau ada Edi lumayan menghibur,” ungkapnya.
Banyak kisah tentang Edi, namun itu semua adalah peregang urat syaraf dari sejumlah pembicaraan yang serius seperti percaturan politik di Pilkada Gubernur dan Pilkada Walikota tahun 2018 yang sudah di depan mata. Begitupula soal bagaimana memimpin daerah yang plural, jamak, atau majemuk di Kalbar yang tidak mudah, sementara bahaya laten seperti penyelundupan di perbatasan, HIV-AIDS dan narkoba, hingga infrastruktur yang belum mapan yang membutuhkan biaya besar perlu menjadi perhatian di luar mimpi menjadi menjadi pemimpin puncak di Kota Pontianak atau Kalbar. Pada sisi lain, daerah ini juga rawan konflik etnis. Semua menjadi konsideran dari Ika Untan sebagai salah satu organisasi terpelajar yang mana Untan telah berdiri sejak 1959.