teraju.id, Pontianak – Mahasiswa di Pontianak merasa kesulitan dengan penerapan kuliah daring yang sudah berlangsung hampir sebulan ini. Kesulitan dirasakan karena penerapan kuliah daring kurang efektif dan terlalu makan waktu.
“Untuk jaringan lancar aja. Cuma kurang efektif aja. Biasanya malah lebih dari jadwal yang telah ditentukan. Seharusnya selesai jam 10.10 WIB. Tapi, ini sampai jam 11.30 WIB,” keluh Salsabila (20), mahasiswa IAIN Pontianak (11/04/2020).
Pada masa darurat COVID-19, kegiatan belajar-mengajar di kampus dilakukan secara daring (online) untuk mencegah penyebaran virus. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) mengimbau agar perguruan tinggi dengan otonomi yang dimilikinya dapat memberikan fleksibilitas dalam pelaksanaan pembelajaran jarak jauh di masa darurat COVID-19 sesuai yang tertera pada Surat Edaran Nomor 302/E.E2/KR/2020 tentang Masa Belajar Penyelenggaraan Program Pendidikan.
Keprihatinan selama penerapan kuliah daring, mahasiswa merasa para dosen tidak bisa menjelaskan materi kuliah secara detil. Tugas terus diberikan dengan alasan agar mahasiswanya bisa belajar secara mandiri. Menurut Salsabila, hal ini memberatkan mahasiswa karena hampir seluruh mata kuliah diberlakukan dengan sistem penugasan yang sama.
“Dosen cuma kasi materi. Terus dosen kasi pertanyaan. Nanti setelah kita jawab, baru beliau jelasin (materi). Ada yang jelas, tapi kebanyakan dosen lain gak jelas,” ujarnya.
Kurang efektifnya penerapan kuliah daring juga diamini oleh Heni Safitri (31) selaku Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammdiyah Pontianak. Heni mengaku banyak kendala pada jaringan dan kuliah secara tatap muka dinilai lebih efektif.
“Soalnya sebagian besar mahasiswa yang di daerah ada yang lokasinya sulit mendapatkan sinyal. Kalau di beberapa kota besar mungkin ndak terlalu ada kendala,” jelasnya.
Menurut Heni, kelebihan sistem kuliah daring yaitu jadwal kuliah menjadi lebih fleksibel dan mudah diatur. Namun, tidak dipungkiri juga bahwa ada kekhawatiran masalah biaya besar yang harus dikeluarkan mahasiswa untuk membeli kuota internet. Ia juga menyinggung terkait sistem penugasan pada mahasiswa.
“Sebenarnya saya rasa tugas itu sama aja dengan biasanya atau seperti kuliah tatap muka biasanya. Cuma karena ini tugasnya mungkin berganti jadi tugas individu dan hampir semua mata kuliah ada tugas jadi ya berasa (berat) ngerjainnya. Jadi, kalau tugas ini mau kuliah online ataupun tatap muka sama aja lah,” ungkapnya.
Kesulitan penerapan daring pun turut dirasakan oleh mahasiswa tingkat akhir untuk proses pengerjaan skripsi. “Kalau konsul tu lewat Whatsapp. Dosen pembimbing nanti yang chat lagi setelah dikoreksi. Ngumpulkannye lewat e-mail,” jelas Agus Susanti (22), mahasiswa Universitas Muhammadiyah Pontianak (11/04/2020).
Secara teknis memang memudahkan mahasiswa, karena menghemat biaya cetak skripsi. Namun, penerapan daring ini dirasa kurang efektif dan efisien di saat mahasiswa ingin konsultasi bimbingan skripsi. “Tapi, konsul bimbingan gitu susah. Lebih nyaman konsul tatap muka langsung daripada online,” lanjutnya.
Menanggapi keresahan tersebut, Heni mengatakan bahwa khusus konsultasi bimbingan, ada keistimewaan pelayanan yang diberikan pada mahasiswa.
“Ini sebenarnya agak sulit kalau online karena bimbingan kan banyak yang mau diarahkan. Cuma sejauh ini bisa aja. File dikirim via e-mail. Bimbingannya bisa pakai Whatsapp. Mau chat, voice call, ataupun video call mah hayuk aja. Yang penting memudahkan mahasiswa dan mahasiswa bisa paham,” jelas Heni.
Meski terdapat banyak kesulitan pada kuliah daring, Heni berharap para mahasiswa terus belajar dan menggunakan waktunya dengan hal yang bermanfaat.
“Mahasiswa tetap belajar seperti biasa. Waktu yang kosong silahkan diisi dengan hal-hal yang bermanfaat. Tugas yang sudah diberikan dosen ya dikerjakan, karena semua jenjang pendidikan juga seperti ini. Kuliah online bukan karena dosen atau kampus yang tidak mau melakukan perkuliahan secara tatap muka, tapi memang kondisi yang tidak memungkinkan. Demi kebaikan semua pihak lah,” tegasnya. (sly)