Teraju.Id, Untan – Tuntutan dialog dari demonstran mahasiswa Fakultas Teknik menyoal polemik Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB/Pawang) dilayani Rektor, Prof Dr H Thamrin Usman, DEA. Pertemuan terjadi di ruang terbuka lantai dasar Gedung Rektorat, Selasa (28/9/16).
“Mereka menuntut dialog dengan pimpinan universitas, saya layani. Saya katakan tunjuk perwakilan mahasiswa, ayo bersialog bersama saya di ruang yang refresentatif,” ungkap Rektor Untan kepada Teraju.Id. Sayangnya menurut Rektor, mahasiswa tidak mau menunjuk perwakilan, bahkan ada yang berteriak, “Jangan mau dilobby!”
Rektor punya pertimbangan bahwa yang namanya dialog adalah berbicara dua arah secara seimbang. Oleh karena itu tidak seluruh massa bisa diterima. Hal ini tak bisa dipenuhi mahasiswa karena mereka tak ingin diwakili.
Kedua, Rektor berpikir tempat yang refresentatif lantaran tak mungkin berdialog dalam kerumunan massa di mana kondisinya ribut sehingga tak ada fokus pembicaraan satu per satu sesuai butir tuntutan demonstran.
Rektor bersama aparat juga berpikir soal standar keamanan, di mana sangat memungkinkan terjadi tindak anarkistis sepanjang dialog jika memenuhi keinginan mahasiswa. “Kami sudah upayakan langkah dialog, namun mahasiswa terlalu banyak tuntutan,” tegas Rektor yang mantan Dekan MIPA Untan.
Dikarenakan tuntutan demonstran terlalu besar menyusul dihapuskannya kegiatan PAWANG (Penerimaan Mahasiswa Baru versi Fakultas Teknik, red), Rektor melalui Warek III Bidang Kemahasiswaan menggelar konferensi pers, Rabu (29/9/16) bertempat di ruang Warek III, lantai dasar Rektorat di mana turut hadir Dekan Fakultas Teknik Dr Rustamadji. Adapun massa demonstran terdengar ribut dengan koar-koar musik dan yel-yel penyemangat massa. Konferensi pers berlangsung lebih kurang 3 jam.
Dalam konferensi pers itu Warek III Prof Dr Kamarullah, SH mengatakan bahwa pihak Rektorat berkehendak masalah Fakultas Teknik diselesaikan di tingkat Fakultas. “Demo di Rektorat bukan jalan keluar, sebab di sini adalah unit pelayanan seluruh fakultas,” ungkapnya seraya menghargai sikap mahasiswa dalam menyalurkan aspirasi lantaran negara kita adalah negara yang demokratis. Namun hak-hak pegawai untuk bekerja dengan baik, tenang dan lancar juga harus diberikan oleh massa mahasiswa yang berdemo di Gedung Rektorat.
Pada kesempatan yang sama, Dekan Fakultas Teknik Dr Rustamadji juga bercerita soal kronologi kenapa PMB/Pawang di Fakultas Teknik ditiadakan. Pertama dikarenakan adanya praktik perpeloncoan di mana mahasiswa baru diteror sehingga menderita fisik dan psikis. “Mahasiswa baru itu dilarikan ke Rumah Sakit,” ungkapnya seraya menyatakan bahwa tuntutan mundur tak bisa dibenarkan karena Dekan bekerja atas amanah UU dan diatur oleh Kementerian Pendidikan Tinggi.
Menyoal kampus yang disegel mahasiswa sehingga tidak bisa berlangsung perkuliahan, baik Rektor maupun Dekan sepakat bahwa hal ini merugikan civitas akademika secara keseluruhan di Fakultas Teknik. “Hal ini sudah tidak proporsional. Dan tak mungkin UU dikalahkan oleh tuntutan massa yang jika dipikir secara detail tidak masuk akal,” ungkap keduanya.
Baik Dekan, Warek III dan Rektor paham akan “korps teknik” selama ini yang punya tradisi tersendiri. Namun praktik “korps” seperti masa lalu itu telah berubah di seluruh Indonesia dengan aturan Dikti mengenai PMB. (nuris/difa)