teraju.id, Nusantara – Bertopi laksana seniman lukis Tino Sidin yang kerap tampil di layar kaca era 1980-an Sastrawan Indonesia Sapardi Djoko Damono meninggal dunia pada Minggu (19/7/2020) pukul 09.17 WIB.
Mantan Dekan Fakultas Sastra Universitas Indonesia (1999-2004) ini menghembuskan napas terakhirnya di Rumah Sakit Eka Hospital BSD, Tangerang Selatan. Demikian disampaikan Kepala Biro Humas dan Kantor Informasi Publik Universitas Indonesia (UI) Amelita Lusia.
Sapardi sebagai penyair dan akademisi banyak menulis sendiri suara hati dan pergolakan pikirannya. Ia juga pernah tampil sebagai narasumber sastra di FKIP Universitas Tanjungpura.
Tulisan Sapardi pernah dimuat di tabloid mahasiswa Mimbar Untan. Ia juga memuji artikel yang ditulis redaktur Mimbar Untan Sri Nur Aeni yang kini merupakan guru Bahasa Indonesia di Kabupaten Kubu Raya.
Sapardi lahir pada 20 Maret 1940 di Surakarta. Dia pernah jadi bintang film untuk puisinya Hujan Bulan Juni.
Beberapa puisinya yang terkenal di masyarakat seperti Hujan Di Bulan Juni, Aku Ingin, Yang Fana Adalah Waktu, dan lainnya. Sapardi meninggal dunia karena penurunan fungsi organ.
Berikut salah satu puisi Sapardi yang kerap dibacakan dalam lomba-lomba tingkat pelajar:
Dalam Do’aku
Dalam doaku subuh ini kau menjelma langit yang
semalaman tak memejamkan mata, yang meluas bening
siap menerima cahaya pertama, yang melengkung hening
karena akan menerima suara-suara
Ketika matahari mengambang tenang di atas kepala,
dalam doaku kau menjelma pucuk-pucuk cemara yang
hijau senantiasa, yang tak henti-hentinya
mengajukan pertanyaan muskil kepada angin
yang mendesau entah dari mana
Dalam doaku sore ini kau menjelma seekor burung
gereja yang mengibas-ibaskan bulunya dalam gerimis,
yang hinggap di ranting dan menggugurkan bulu-bulu
bunga jambu, yang tiba-tiba gelisah dan
terbang lalu hinggap di dahan mangga itu
Maghrib ini dalam doaku kau menjelma angin yang
turun sangat perlahan dari nun di sana, bersijingkat
di jalan dan menyentuh-nyentuhkan pipi dan bibirnya
di rambut, dahi, dan bulu-bulu mataku
Dalam doa malamku kau menjelma denyut jantungku,
yang dengan sabar bersitahan terhadap rasa sakit
yang entah batasnya, yang setia mengusut rahasia
demi rahasia, yang tak putus-putusnya bernyanyi
bagi kehidupanku
Aku mencintaimu.
Itu sebabnya aku takkan pernah selesai mendoakan
keselamatanmu. *