Oleh: Wajidi Sayadi
Beberapa hari terakhir ini beredar video mengenai segelintir orang yang hendak shalat berjamaah diawali dengan adzan yang lafal dan bunyi Hayya ‘ala ash-Shalah dirubah menjadi Hayya ‘ala al-Jihad. Inilah yang memicu sejumlah komentar, pertanyaan sekaligus menjadi masalah.
Atas dasar inilah juga penulis merasa terpanggil untuk menulis dengan judul Ada Apa dengan Adzan dan Jihad?
Mengapa seruan Hayya ‘ala ash-Shalah (mari melaksanakan shalat) diganti dengan Hayya ‘ala al-Jihad (Mari berjihad).
Apa hubungannya Adzan dengan Jihad?
Apa ini suatu fenomena semakin banyaknya orang beragama berdasarkan semangat, bukan berdasarkan ilmu agama?
Atau karena sensasi, ingin memperlihatkan eksistensi?
Atau benar-benar karena ketidaktahuan? Wallahu A’lam.
Namun yang jelas bahwa merubah lafal dan bacaan adzan sebagai ibadah ritual adalah melabrak syariat dan itu adalah kemungkaran. Jangan sampai bersemangat menjalankan ajaran agama, amar ma’ruf nahy munkar, tapi yang dialakukan justru amal munkar atau kemungkaran.
Dalam kajian karakteristik Hukum Islam; terdapat hukum bersifat TA’AQQULI, yakni hukum yang bisa dinalar dengan pikiran, ijtihad bahkan kemungkinan bisa berubah menyesuaikan perkembangan zaman, dan ada juga bersifat TA’ABBUDI.
Adzan termasuk kategori Ta’abbudiy, Suatu ketentuan ibadah ritual yang semata-mata untuk taqarrub kepada Allah, tidak bisa dinalar dengan pikiran dan tidak akan mengalami perkembangan dan penyesuaian dengan perkembangan zaman.
Prosesi pelaksanaannya didasarkan pada TAUQIFI semata-mata karena ittiba’, ikut dan mencontoh tuntunan Rasulullah SAW., Bukan Ijtihadi. Bacaan adzan ini sejak Nabi Muhammad SAW. hingga saat ini tidak dirubah dan diganti.
Merubah lafal Adzan inilah contoh larangan yang dimaksud oleh Rasulullah SAW. “Siapa yang mengada-adakan hal baru dalam urusan (agama) ini yang tidak ada (dalil dari agama), maka hal itu tertolak. (HR. Bukhari dari Aisyah).
Para ulama sudah sepakat Ijma’ mengenai lafal dan bacaan adzan dari zaman Nabi SAW. sampai sekarang.
Adzan mulai dikumandangkan pertama kali di Madinah tahun pertama Hijriyah. Ada empat orang juru adzan Rasulullah, 1. Bilal. 2. Abdullah ibnu Ummi Maktum, 3. Abu Mahdzurah Samrah an-Muir, dan 4. Sa’d al-Qarzha. Sa’d al-Qarzha adalah orang yang pertama kali mengumandankan adzan bagi masyarakat Quba, dimana Masjid Quba didirikan. Redaksi adzan yang mereka baca sebagaimana tuntunan Rasulullah SAW. adalah Hayya ‘ala ash-Shalah, tidak ada yang membaca Hayya ‘ala al-Jihad.
Dalam sejarah adzan pada zaman Rasulullah SAW. pernah ada tambahan lafal dan bacaan صلوا في بيوتكم atau صلوا في رحالكم (shalatlah di rumah kalian). Lafal dan bacaan ini atas perintah Nabi SAW. ketika lagi hujan (deras) tidak memungkinkan shalat berjamaah di masjid (HR. Bukhari dari Abdullah bin Abbas).
Mengapa mengganti dengan Hayya ‘ala al-Jihad?
Padahal seluruh hidup Rasulullah SAW. sejak di Mekah ke Madinah hingga wafatnya semuanya adalah Jihad. Tidak ada ruang dan waktu Rasulullah SAW. kecuali dengan hidup Berjihad. Beliau tidak pernah memberi inovasi adzan dengan lafal dan bacaan seruan Jihad.
Adzan adalah bersifat Ta’abbudi dan dilakukan berdasarkan Tauqifi.
Jihad adalah bersifat Ta’aqquli dan dilakukan berdasarkan Ijtihadi.
Dalam penelusuran saya terhadap hadis dan ayat-ayat al-Qur’an mengenai Jihad, ditemukan ada 5 macam istilah yang digunakan:
(1) Al-Jihad. (2) al-Qital (perang). (3) al-Harb (perang), (4) al-Gzhazw (perang), dan (5) ar-Ribath.
Jihad dalam pengertian al-Qital, pada zaman Rasulullah SAW. sesuai dengan tuntutan dan keperluan ketika agresi militer karena akidah, agama, tempat atau negara terancam oleh musuh maka jihad dalam bentuk al-Qital (perang secara fisik) ini berlaku dengan sangat selektif dan persyaratan yang sangat ketat.
Anak-anak, orang tua lanjut usia, dan perempuan tidak diperkenankan.
Adapun masalah jihad bersifat ta’aqquli dan dilakukan berdasarkan ijtihad pertimbangan berbagai tuntutan kondisional. Jihad inilah yang berlaku sepanjang zaman.
Ketika Aisyah memohon kepada Rasulullah SAW. Apakah tidak lebih baik, kami keluar ikut berjihad bersamamu? Beliau menjawab, tidak. Jihad kalian adalah melaksanakan haji mabrur, dan itu adalah jihad bagi kalian”. (HR. Ahmad dari Aisyah).
Orang yang membantu para janda (tua) dan orang-orang miskin adalah seperti orang yang berjihad di jalan Allah. (HR. Bukhari dari Shafwan bin Sulaim).
Hadis-hadis seperti ini yang menggunakan istilah jihad dan Mujahid menunjukkan bahwa jihad dalam Islam tidak selalu identik dengan perang, angkat senjata, dan kontak fisik. Oleh karena itu, Syekh Yusuf al-Qaradhawi dalam kitabnya Fiqh al-Jihad menyatakan bahwa jihad itu bermacam-macam.
Ada jihad bersifat agresi militer terhadap musuh yang mengancan jiwa, akidah, dan tempat tinggal. Ini dilakukan oleh negara atau pemerintah.
Ada juga jihad sipil, oleh masyarakat madani dalam rangka menyelesaikan masalah, membuat masyarakat menjadi maju, aman, nyaman dan sejahtera, bukan membuat masalah di masyarakat atau menyusahkan masyarakat.
Jihad Sipil meliputi:
- Jihad di bidang ilmu pengetahuan. Guru Ngaji itu adalah Mujahid, melawan kebodohan dan buta huruf terhadap al-Qur’an. Para Guru, ustadz dan Ulama adalah Mujahid. Mereka yang berjuang mendidik murid dan santrinya melawan kebodohan tentang ajaran ajaran agama dan ilmu-ilmu lainnya.
- Jihad di bidang sosial. Ketika ada seseorang minta izin kepada Rasulullah SAW. pergi perang. Rasulullah SAW. bertanya kepadanya: “Apakah orang tuamu masih hidup? Orang itu menjawab: “Ya, masih hidup”. Rasulullah SAW. bersabda: “Berjihadlah terhadap kedua orang tuamu”. (HR. Sepakat Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Amr bin Ash).
Maksudnya menjaga, memelihara, dan merawat orang tua adalah jihad Sosial. Menjaga keluarga, masyarakat agar selalu hidup dengan tenang, damai, memelihara persaudaraan, rukun, toleransi, terhindar dan bebas dari konflik dan masalah. Itulah jihad sosial. Termasuk menyantuni janda-janda tua, fakir miskin yang terlantar, dan lainnya, sebagaiman telah disebutkan dalam hadis di atas. - Jihad di bidang Ekonomi. Berusaha memenuhi kebutuhan diri, keluarga dan saling menghidupkan dan menyejahterakan agar keperluan hidup terpenuhi dengan baik dan benar.
Seorang laki-laki melintas di hadapan nabi SAW dan para sahabat melihat kegigihannya dalam bekerja. Para sahabat berkata kep[ada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, andai saja yang dilakukan itu termasuk jihad di jalan Allah”. Maka Rasulullah SAW. bersabda: “Apabila ia pergi bekerja untuk anaknya yang masih kecil, maka ia berjihad di jalan Allah”. Jika ia pergi bekerja untuk kedua orang tuanya yang sudah lanjut usia, makai a berjihad di jalan Allah. Jika ia pergi bekerja untuk memenuhi kebutuhan dirinya, maka ia berjihad di jalan Allah. Namun jika ia pergi bekerja dalam rangka pamer dan membanggakan diri, maka ia berjihad di jalan setan. (HR. Thabarani dari Ka’ab bin ‘Ujrah). - Jihad di bidang Pendidikan, misalnya dengan mendirikan atau ikut berpartisipasi dalam mendirikan Lembaga Pendidikan, seperti sekolah, madrasah, pesantren, kampus, dan lain-lainnya. Termasuk membantu menyekolahkan Pendidikan anak-anak yang tak mampu dengan program beasiswa, beasantri, dan lainnya.
- Jihad di bidang lingkungan dengan memelihara dan menjaga lingkungan agar tidak tercemar dan rusak oleh berbagai polusi yang merusak. Menjaga lingkungan berarti menjaga kebersihan dan Kesehatan masyarakat. Ini adalah jihad lingkungan.
- Jihad di bidang Kesehatan, misalnya dengan mendirikan rumah sehat, rumah sakit, puskesmas, poliklinik, atau Lembaga pusat Kesehatan yang melayani pengobatan masyarakat. Apalagi saat ini masa pandemi covid-19 kesehatan dirasa sangat mahal, sangat diperlukan. Masyarakat sangat takut dan khawatir terjangkit virus corona dengan pakai masker, cuci tangan, dan jaga jarak, dan berbagai cara lainnya, itu artinya Kesehatan sangat berarti dan sangat penting.
Upaya para dokter dan tenaga medis memberikan pelayanan terhadap masyarakat, baik memberi informasi, Pendidikan Kesehatan, maupun memberikan pengobatan adalah Jihad di jalan Allah. Apalagi dalam penyelamatan jiwa yang mendapatkan porsi yang sangat mulia dalam Islam. - Termasuk jihad dalam bidang lainnya seperti jihad di bidang politik, dimana keputusan politik sangat penting dan berpengaruh bahkan menentukan dalam berbagai kebijakan untuk kesejahteraan umat dan bangsa, penegakan hukum dan keadilan.
Dengan demikian, lapangan dan lahan untuk berjihad sangat luas sehingga semua punya kesempatan untuk berjihad sesuai dengan kapasitas dan profesinya masing-masing, sangat dipengaruhi dan ditentukan oleh niat motivasi, kemauan dan kemampuan.
Semoga Jihad dalam Islam ini tidak dikaburkan makna dan cakupannya dengan selalu mengidentikkan antara jihad dengan perang. Apalagi mengaitkan Jihad dengan seruan Adzan dalam ritual ibadah.
Semoga Bermanfaat
Pontianak, 3 Desember 2020