Oleh: Ambaryani
Pontianak-Kubu terasa lebih jauh di saat musim penghujan. Saat masih di jalan Rasau saja, motor tetap harus dipacu kecepatan sedang dan hati-hati. Karena jalan tergenang air dan banyak lubang jalan yang tak bisa diprediksi. Selain itu, ada beberapa bagian jalan yang bergelombang dan ada jarak beberapa cm antara bagian jalan, kanan dan kiri. Keduanya membuat perjalanan 2 kali lipat lebih lamban.
Kalau nekat memacu motor dengan kecepatan tinggi, harus siap dengan beberapa konsekwensi. Harus siap-siap terhempas-hempas (terpental), ban slip dan bisa tumbang jika pas melewati bagian tengah jalan (arsiran jalan kanan-kiri). Setiap melintasi jalan itu saya selalu beri warning pada Kak Yuyun yang duduk di belakang saya untuk berpegangan.
“Pegang ye Kak! Kite lewat bukit teletubis. Kalau ndak, pelanting nanti! ”
Setelah melewati jalan Sungai Bulan yang sudah bisa dijadikan sirkuit mini, jalan Jangkang kembali menjadi medan yang membuat perjalanan seakan semakin lama. Kubu rasanya jadi semakin jauh.
Pada musim kering (panas), penyebrangan Jangkang-Kubu bisa ditempuh dalam waktu 30 menit. Tapi kalau hujan full seperti saat ini, bisa 1 jam, bahkan lebih hingga 1 jam 30 menit. Sebenarnya jalan Jangkang sedang diperbaiki, tapi hanya sampai pada batas Jangkang 1. Jangkang 2 hingga sampai SMP 6 kubu masih menjadi medan tanah liat licin.
Sudah beberapa hari terakhir sejak masuk setelah lebaran, malam hari baru saya menjejakkan kaki di rumah. Saat Ramadhan, bisa pulang pergi Pontianak-Kubu setiap hari. Tapi di musim penghujan begini, menjadi lebih berat.
Saya selalu membayangkan, andai saja jalan Jangkang sudah semulus jalan Sungai Bulan, tentu mobilitas jadi lebih aman dan nyaman. Hanya tersisa sedikit saja bagian jalan Sungai Bulan yang belum selesai dikerjakan. Dari ujung patok 50 hingga penyeberangan lama, Poskesdes Sungai Bulan.
Berandai-andai yang indah. Semoga saja andaian itu bisa terwujud suatu saat nanti. Tentu saja berharap, berdoa agar andaian sekaligus doa itu dapat cepat terkabul. Amin. (*)