Oleh : Khatijah
Masa kecil, masa yang menyenangkan, kenangan yang mungkin hanya setengah yang bisa diingat. Banyak remaja yang akhir-akhir ini mem-posting kalimat “Aku rindu masa kecil dimana ketika jatuh yang sakit hanya kaki bukan hati”. itu membuktikan bahwa masa kecil memang menyenangkan hingga banyak yang merindukan, merindukan hari tanpa beban, hari banyak waktu untuk tidur siang tetapi lebih memilih keluar dari jendela menuju sungai meski pulang ranting siap menghantam pantat, tetapi itu lebih menyenangkan daripada berteman dengan sang pengkhianat.
Ok kembali ke masa kecil, di sini aku hanya ingin sedikit bercerita tentang suasana Desa Semperiuk B pada tahun 2000-an, dimana tempat ini tak pernah sepi (tak ada suara anak kecil berlari).
Desa Semperiuk B, Kecamatan Jawai Selatan. Tepatnya di sekitar rumahku Jl H. Jalil Tumpal Rt003 Rw006, dulu di depan rumahku ada sebuah gedung Sekolah Lanjut Tingkat Pertama (SLTP), entah alasan apa yang membuat sekolah tersebut tak bisa bertahan menunggu kami yang masih Sekolah Dasar membesar untuk bersekolah di sana hingga kami harus jauh-jauh bersekolah di Desa Jelu Air.
Tutupnya gedung mengakibatkan beralih fungsi, sehingga menjadi tempat kami bermain, bukan hanya bermain sekolah-sekolah melainkan bermain Senaporan “Petak Umpet”, Sengalauan “Kejar-kejaran”, Main Ball “Bola”, Main Cik Pirik “Kasti”, dan banyak lagi. Di sekolah kami sudah janjian untuk bermain di sana, biasanya pulang ke rumah hanya ganti baju dan makan, lalu menyusul teman yang sudah ada di SLTP. Terkadang juga jika teman belum datang kami berbondong-bondong menjemputnya hanya untuk mengajak bermain. Al-hasil di sekitar rumahku tak pernah sepi selalu saja dihiasi tawa dan tangis kami.
Jika sepi pun, terkadang kami sudah ada tempat bermain baru yaitu sungai. Kelas 2 SD, kami pulang sekolah pukul 10. Untuk menghindari perintah tidur siang kami biasanya beralasan mengerjakan pekerjaan rumah (PR) bersama-sama padahal tujuan kami ialah belajar berenang. Hal yang paling menyenangkan ialah jika sebelum berenang kami menebang pohon pisang untuk dijadikan rakit, dari pukul 10 wib sampai pukul 15 wib bahkan sampai salah satu orangtua kami membawa ranting baru kami naik ke darat.
Tapi sekarang semua telah berubah banyak. Anak kecil tapi tidak pernah lagi aku melihatnya bermain seperti kami, mungkin karena SLTP yang sekarang sudah dihancurkan diganti dengan Masjid Jami’, sehingga tak ada lagi tempat untuk bermain. Begitu juga sungai meski air pasang, hanya satu dua orang yang berani mandi karena memang air sungai sudah tak semenarik dulu. Sungai rasanya tak selebar dulu. Sekarang airnya kotor dan sungai semakin hari semakin sempit.
Jawai, 07 February 2018